Catatan Sepakbola: Luis Enrique, Antara Bola dan Cinta Xana

SEPAKBOLA memang universal. Siapapun bisa menangis karenanya. Siapa pun bisa jatuh cinta dan patah hati karena bola.
Semua orang pun bisa menjadikan bola sebagai motivasi. Atau catatan kenangan monumental yang terpahat dalam hati. Tentang luka, cedera, cinta, pengorbanan, dan air mata.
Maka Luis Enrique (55) pun tak kuasa membendung air matanya. Membiarkannya jatuh ke tanah lapangan Stadion Allianz Munchen. Menetesi kenangan tentang cinta seorang pesepakbola kepada anak gadisnya.
Bahkan lebih dari itu, tentang cinta seorang ayah kepada mendiang putri kesayangannya, Xana Martinez. Yang ia katakan tidak pernah lepas bersamanya.
Sepuluh tahun silam, Luis Enrique bersama Xana menancapkan bendera FC Barcelona setelah menjuarai UEFA Champions League. Monumental kenangan itu.
Minggu dinihari (1/6/2025) di Indonesia, fans Paris Saint-Germain (PSG) menyambut kemenangan tim kecintaannya dengan gegap gempita. Setelah PSG meruntuhkan reputasi Inter Milan, dengan membobol gawangnya lima gol tanpa ampun.
Silih berganti mereka menggedor pertahanam Inter. Mengobrak-abrik palang pintu. Tetapi anak-anak Paris itu terlanjur panas, memuncak kehausannya akan gol. Lima gol tanpa balas adalah hasil spektakuler di Liga Champions.
Marquinhos, sang kaptem tim dan Hakimi tentu paham pelatihnya adalah pemain hebat.
Seorang pemain serba bisa dengan teknik yang bagus. Ia mampu bermain di beberapa posisi berbeda, tetapi biasanya bermain sebagai gelandang atau penyerang. Temperamen dengan stamina luar biasa. Tampil pada lebih dari 500 pertandingan resmi dan mencetak lebih dari 100 gol .
Wajarlah para fans bernyanyi membahana memecah angkasa. Bergoyang seakan ingin meruntuhkan kokohnya Stadion Munchen.
Mereka tahu berterima kasih. Mereka paham arti perjuangan, kerja keras, motivasi dan cinta. Itu semua menyatu pada Luis Enrique. Sebagai pemain maupun pelatih. Memompakan semangat itu kepada para pemainnya.
Karena itu para fans mempersembahkan apresiasi dan penghormatan kepada Enrique dengan menggelar spanduk raksasa. Di sana terbentang dan terpampang lukisan Enrique menancapkan bendera disaksikan Xana. Peristiwa sepuluh tahun silam. Penghormatan penuh makna, cinta dan kasih.
Para fans di tribun jauh dari Enrique yang sibuk kesana kemari memeluk para pemainnya. Tetapi Enrique melihat gambar itu, amat menyentuh hatinya. Dan air matanya pun jatuh.
Pelatih PSG itu pun mengganti bajunya dari warna hitam polos menjadi kaus berwarna hitam bergambar dirinya bersama mendiang putrinya, Xana, tengah menancapkan bendera PSG di lapangan usai juara Liga Champions 2024/2025.
PSG sukses meraih gelar Liga Champions pertama mereka setelah mengalahkan Inter Milan 5-0 dalam laga final di Stadion Allianz, Munchen, pada Minggu (1/6) dini hari waktu Indonesia.
Usai memastikan kemenangan, Luis Enrique langsung mengganti bajunya dari kaus hitam polos menjadi kaus bergambar kartun seorang pria dewasa bersama putrinya sedang menancapkan bendera PSG di lapangan.
Kaus itu menggambarkan momen emosional dirinya bersama mendiang putrinya, Xana, ketika menancapkan bendera usai juara Liga Champions seperti saat mereka bersama-sama melakukannya untuk Barcelona saat juara Liga Champions 2014/2015.
Enrique juga tak kuasa menahan air mata setelah para pendukung PSG memberikan penghormatan menyentuh untuk mendiang putrinya, Xana, usai kemenangan bersejarah klub di final Liga Champions.
Di tengah perayaan penuh euforia itu, suasana emosional tercipta ketika para fans PSG membentangkan spanduk besar bergambar Xana. Putri Enrique yang meninggal dunia pada 2019 akibat kanker saat berusia sembilan tahun, tengah melihat Enrique menancapkan bendera PSG di lapangan.
Momen itu terjadi tak lama setelah kapten tim, Marquinhos, mengangkat trofi kemenangan di hadapan lebih dari 30.000 pendukung Les Parisiens yang memadati stadion.
"Itu sangat mengharukan. Sungguh indah membayangkan para penggemar memikirkan saya dan keluarga saya," ujar Enrique.
Meski mengapresiasi penghormatan luar biasa dari para pendukung, Enrique menegaskan bahwa cinta dan ingatannya terhadap Xana tak bergantung pada pencapaian di lapangan.
"Saya tidak perlu memenangkan Liga Champions untuk memikirkan putri saya. Saya selalu memikirkannya. Dia selalu bersama saya dan keluarga. Ini tentang mengambil sisi positif dari situasi negatif. Itulah mentalitas saya," kata Enrique, seperti dikutip CNN.
Baiklah. Tetapi para fans PSG punya cara dan pikiran lain. PSG permah membuat superteam dengan nama-nama beken seperti Kylian Mbappe, Neymar Jr, Lionel Messi, Sergio Ramos, Wijnaldum di dalamnya. Namun tak pernah sampai ke puncak dan juara Liga Champions.
Ternyata kunci sukses ada pada Luis Enrique. Baginya, pada bola ada cinta, motivasi, perjuangan dan kerja keras. Semua itu diramu melahirkan tenaga luar biasa.
Itulah yang diapresiasi para fans terhadap prestasi PSG menjuarai Liga Champions untuk pertama kalinya di tangan pelatih yang berselimut prestasi dan cinta, Luis Enrique.
"Xana bersama keluarga dan semua temannya. Setiap hari, baik kami menang atau kalah, dia selalu bersama saya," katanya.
Xana bukan hanya anak, tetapi belahan jiwa, dan suporter setia bagi Enrique. Kata orang, cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya. Wajarlah Enrique mentikkan air mata. (Andi Suruji).