Appi Tegaskan Pentingnya Legalitas Aset Publik Demi Cegah Mafia Tanah

CELEBESMEDIA.ID, MAKASSAR Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin tampil proaktif menyuarakan kepentingan daerah, terutama memperkuat tata kelola aset negara dan menekan praktik mafia tanah,

Munafri menilai, aset publik yang telah digunakan selama puluhan tahun untuk kepentingan masyarakat, seperti sekolah, kantor kelurahan, maupun fasilitas kesehatan, tidak seharusnya berada dalam ketidakpastian hukum.

“Pengelolaan aset bukan sekadar urusan administrasi, tetapi benteng melindungi hak publik agar ruang pendidikan, pelayanan, dan sosial tidak tergeser oleh kepentingan segelintir pihak,” ujar Munafri dalam Rapat Koordinasi Penyelesaian Isu Strategis Pertanahan bersama Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Kamis (13/11/2025).

Dalam forum itu, pria yang akrab disapa Appi tersebut menyoroti persoalan klasik di daerah, yakni banyaknya lahan pemerintah yang belum memiliki sertifikat resmi meskipun sudah lama dimanfaatkan untuk kepentingan publik.

“Sering kali lahan pemerintah, terutama sekolah dan kantor kelurahan, hanya tercatat secara administratif tanpa terdaftar di sistem pertanahan nasional,” jelasnya.

Munafri mengusulkan agar Pemerintah Pusat memberikan kebijakan khusus berupa sertifikasi otomatis bagi aset-aset publik yang telah digunakan lebih dari dua dekade.

“Jika sekolah atau fasilitas publik telah digunakan untuk kegiatan pendidikan, pemerintahan, maupun keagamaan selama lebih dari 20 tahun, maka aset itu seharusnya otomatis disertipikatkan,” tegasnya.

Menurutnya, kebijakan ini akan menjadi tameng hukum agar aset pemerintah daerah tidak mudah disalahgunakan atau dialihfungsikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ia mencontohkan kasus tanah sekolah yang tiba-tiba berubah menjadi kawasan komersial akibat ulah mafia tanah.

“Kalau tidak segera disertipikatkan, aset-aset ini rawan jadi objek permainan mafia tanah. Mulai dari pihak internal hingga oknum tertentu bisa terlibat,” ungkapnya.

Munafri menegaskan, langkah ini sejalan dengan komitmen Pemkot Makassar untuk menata dan melindungi seluruh aset daerah demi kepentingan publik.

“Pemerintah hadir bukan hanya untuk membangun, tapi juga menjaga apa yang telah dimiliki,” tutupnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid meminta kepala daerah agar memberikan kebijakan afirmatif berupa pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi masyarakat miskin ekstrem.

“Saya minta kepala daerah buatkan aturan, entah lewat Perda atau keputusan kepala daerah, untuk membebaskan BPHTB bagi masyarakat kategori miskin ekstrem, yaitu Desil 1, 2, dan 3,” ucap Nusron.

Ia menilai, kebijakan tersebut tak hanya meringankan beban masyarakat kecil, tetapi juga menjadi ladang amal jariyah bagi para pemimpin daerah.

“Kami di pusat mempermudah sertipikatnya, daerah bantu dengan membebaskan BPHTB. Insyaa Allah ini jadi amal jariyah,” tambahnya.

Nusron juga menyoroti banyaknya sertipikat tanah lama (terbit tahun 1961–1997) yang belum masuk ke sistem digital nasional.

“Banyak sertipikat lama tidak punya peta kadasteral, sehingga berpotensi menimbulkan tumpang tindih data,” jelasnya.

Ia menyebut sekitar 4,8 juta hektare lahan di Indonesia berpotensi bermasalah akibat data pertanahan yang belum diperbarui. Karena itu, Nusron meminta pemerintah daerah menggerakkan aparat kecamatan hingga RT/RW untuk membantu masyarakat memperbarui datanya.

Selain itu, Nusron juga menyoroti rendahnya jumlah tanah wakaf dan rumah ibadah yang telah bersertifikat di Sulawesi Selatan. Dari 13.575 masjid, baru sekitar 3.111 atau 20 persen yang memiliki sertifikat resmi.

“Tanah wakaf, masjid, musala, pesantren, dan makam harus segera disertifikatkan agar tidak menimbulkan konflik di masa depan,” tegasnya.

Untuk mempercepat program tersebut, Kementerian ATR/BPN akan menggandeng MUI, NU, Muhammadiyah, DMI, dan Badan Wakaf Nasional guna menyusun strategi percepatan sertifikasi aset keagamaan.

Menutup paparannya, Nusron menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan Reforma Agraria sesuai Perpres Nomor 62 Tahun 2023.

“Gubernur dan bupati/wali kota adalah ex officio Kepala Gugus Tugas Reforma Agraria. Kami siapkan lahannya, daerah yang tentukan penerimanya agar tepat sasaran,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar penetapan penerima lahan dilakukan dengan cermat agar tidak menimbulkan implikasi hukum di kemudian hari.

“Rapatkan GTRA di tiap daerah, putuskan wilayah dan penerimanya supaya Reforma Agraria benar-benar menyentuh masyarakat yang berhak,” pungkas Nusron.