Merawat Kemabruran Puasa (12): Memahami Peringkat Doa

. Sabtu, 15 Maret 2025 16:24
Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA - (foto by Kemenag)

Oleh: Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA

BELUM banyak di antara kita memahami peringkat doa. Dalam Islam dikenal ada tiga tingkatan doa.

1. Doa yang dipanjatkan dengan bahasa mulut (al-du’a bi alisan al-maqal). 2. Doa yang dipanjatkan dengan kekuatan bahasa batin (al-du’a bi al-lisan al-hal). 3.Doa yang dipanjatkan dengan kekuatan kepasrahan untuk bersedia menerima apapun keputusan Allah SWT (al-du’a bi al-lisan al-isti’dad).

Dalam perspektif sufistik, sebagaimana diungkapkan oleh Dawud Qaishari, doa yang paling kuat ialah yang ketiga, sehingga dikenal sebuah ungkapan: al-du’a bi al-lisan al-hal afshahu min al-du’a bi alisan al-maqal, wa al-du’a bi al-lisan al-isti’dad afshahu min al-du’a bi al-lisan al-hal (Doa yang dipanjatkan dengan bahasa batin lebih kuat daripada doa yang dipanjatkan dengan bahasa lisan, dan doa yang dipanjatkan dengan doa isti’dad lebih kuat daripada doa yang dipanjatkan dengan bahasa batin). Doa yang ketiga ini paling tinggi nilainya di mata Allah SWT.

Sebagai pemohon kepada Allah SWT (al-musta’adzu bih) meskipun manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan di atas makhluk-Nya tetapi tetap membutuhkan perlindungan, bimbingan, dan pertolongan Allah SWT sebagai Sang Pemberi perlindungan (al-musta’adzu bih).

Allah SWT sendiri meminta manusia untuk senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya sebagaimana dikatakan dalam ayat: Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. (Q.S. al-Mu’minun/23:97).

Dalam ayat lain: Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (Q.S. al-Nahl/16:98).

Bagi para pencari Tuhan (salikun) yang penting bukan pengabulan doanya, tetapi penghambaan diri secara sempurna jauh lebih nikmat daripada pengabulan berbagai doa. Mereka berdoa karena Allah SWT mewakili manusia untuk: Ud’uni astajib lakum ("Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu). (Q.S. al-Gafir/40:60).

Bagi mereka, yang terpenting perbuatan berdoa itu sendiri. Rasulullah pernah bersabda: Al-du’a mukh al-‘ibadah (doa adalah intinya ibadah). Mereka lebih merasakan puncak kenikmatan jika berdoa daripada menikmati hasil doa, apalagi kalau doa didikte oleh hawa nafsu, seperti pada umumnya orang awam jika berdoa, mereka lebih banyak meminta sesuatu yang berjangka pendek dalam urusan kehidupan dunia, seperti jodoh, kesehatan, kesejahteraan, pekerjaan, dan keperluan hidup duniawi lainnya.

Permohonan yang didikte hawa nafsu seringkali berujung penyesalan. Manusia sering tidak sadar kalau dirinya telah terlena dengan hawa nafsu yang menguasainya. Terhalangnya sebuah doa jika yang diminta dalamnya terdapat hikmah bahwa Allah SWT menyelamatkan kita dari kehinaan sebagaimana umumnya tuntunan hawa nafsu.

Hal ini juga pernah diingatkan oleh Ibn ‘Athaillah dalam kitab Al-Hikam-nya: “Boleh jadi Allah memberimu, padahal ia menolakmu. Dan boleh jadi pula Dia menolakmu, padahal Dia memberimu. Apabila Allah Ta’ala menolak permohonanmu, maka sesungguhnya Dia telah memberimu. Dan jika segera dipenuhi permohonanmu, maka sesungguhnya engkau tengah ditolak dan mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari apa yang engkau mohonkan kepada-Nya. Ketika Allah membukakan pintu pengertian bagimu tentang penolakan-Nya, maka penolakan itu pun berubah menjadi pemberian.”

Dari ungkapan luhur seorang Ibn ‘Athaillah di atas mengingatkan kita betapa dahsyatnya Allah SWT, Tuhan segala makhluk. Dia Maha Tahu apa yang sesugguhnya dibutuhkan hamba-Nya. Allahu a’lam.

Artikel ini telah ditayangkan Tribun Timur, Edisi 12 Maret 2025