Merawat Kemabruran Puasa (12): Memahami Peringkat Doa
4.jpeg)
Oleh: Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA
BELUM banyak di antara kita memahami peringkat doa. Dalam
Islam dikenal ada tiga tingkatan doa.
1. Doa yang dipanjatkan dengan bahasa mulut (al-du’a bi
alisan al-maqal). 2. Doa yang dipanjatkan dengan kekuatan bahasa batin (al-du’a
bi al-lisan al-hal). 3.Doa yang dipanjatkan dengan kekuatan kepasrahan untuk
bersedia menerima apapun keputusan Allah SWT (al-du’a bi al-lisan al-isti’dad).
Dalam perspektif sufistik, sebagaimana diungkapkan oleh
Dawud Qaishari, doa yang paling kuat ialah yang ketiga, sehingga dikenal sebuah
ungkapan: al-du’a bi al-lisan al-hal afshahu min al-du’a bi alisan al-maqal, wa
al-du’a bi al-lisan al-isti’dad afshahu min al-du’a bi al-lisan al-hal (Doa
yang dipanjatkan dengan bahasa batin lebih kuat daripada doa yang dipanjatkan
dengan bahasa lisan, dan doa yang dipanjatkan dengan doa isti’dad lebih kuat
daripada doa yang dipanjatkan dengan bahasa batin). Doa yang ketiga ini paling
tinggi nilainya di mata Allah SWT.
Sebagai pemohon kepada Allah SWT (al-musta’adzu bih)
meskipun manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan di atas makhluk-Nya
tetapi tetap membutuhkan perlindungan, bimbingan, dan pertolongan Allah SWT
sebagai Sang Pemberi perlindungan (al-musta’adzu bih).
Allah SWT sendiri meminta manusia untuk senantiasa memohon
perlindungan kepada-Nya sebagaimana dikatakan dalam ayat: Dan katakanlah:
"Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. (Q.S.
al-Mu’minun/23:97).
Dalam ayat lain: Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah
kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (Q.S.
al-Nahl/16:98).
Bagi para pencari Tuhan (salikun) yang penting bukan
pengabulan doanya, tetapi penghambaan diri secara sempurna jauh lebih nikmat
daripada pengabulan berbagai doa. Mereka berdoa karena Allah SWT mewakili
manusia untuk: Ud’uni astajib lakum ("Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu). (Q.S. al-Gafir/40:60).
Bagi mereka, yang terpenting perbuatan berdoa itu sendiri.
Rasulullah pernah bersabda: Al-du’a mukh al-‘ibadah (doa adalah intinya ibadah).
Mereka lebih merasakan puncak kenikmatan jika berdoa daripada menikmati hasil
doa, apalagi kalau doa didikte oleh hawa nafsu, seperti pada umumnya orang awam
jika berdoa, mereka lebih banyak meminta sesuatu yang berjangka pendek dalam
urusan kehidupan dunia, seperti jodoh, kesehatan, kesejahteraan, pekerjaan, dan
keperluan hidup duniawi lainnya.
Permohonan yang didikte hawa nafsu seringkali berujung
penyesalan. Manusia sering tidak sadar kalau dirinya telah terlena dengan hawa
nafsu yang menguasainya. Terhalangnya sebuah doa jika yang diminta dalamnya
terdapat hikmah bahwa Allah SWT menyelamatkan kita dari kehinaan sebagaimana
umumnya tuntunan hawa nafsu.
Hal ini juga pernah diingatkan oleh Ibn ‘Athaillah dalam
kitab Al-Hikam-nya: “Boleh jadi Allah memberimu, padahal ia menolakmu. Dan
boleh jadi pula Dia menolakmu, padahal Dia memberimu. Apabila Allah Ta’ala
menolak permohonanmu, maka sesungguhnya Dia telah memberimu. Dan jika segera
dipenuhi permohonanmu, maka sesungguhnya engkau tengah ditolak dan mendapatkan
sesuatu yang lebih besar dari apa yang engkau mohonkan kepada-Nya. Ketika Allah
membukakan pintu pengertian bagimu tentang penolakan-Nya, maka penolakan itu pun
berubah menjadi pemberian.”
Dari ungkapan luhur seorang Ibn ‘Athaillah di atas mengingatkan
kita betapa dahsyatnya Allah SWT, Tuhan segala makhluk. Dia Maha Tahu apa yang
sesugguhnya dibutuhkan hamba-Nya. Allahu a’lam.
Artikel ini telah ditayangkan Tribun Timur, Edisi 12 Maret
2025