Aviliani: Ekspor dan Investasi Sulsel Perlu Terobosan Kebijakan Inovatif dan Adaptif

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Kinerja ekspor dan investasi asing (FDI-Foreign Direct Investment) Sulawesi Selatan belum optimal. Diperlukan penguatan strategi ekapor untuk meningkatkan performa kedua sumber pertumbuhan ekonomi tersebut.
Ekonom senior dari Indef, Dr Aviliani memgemukakan penilaian itu dalam acara Sulsel Talk yang digelar Bank Indonesia Sulsel dengan tema "Ekonomi Sulsel di Pusaran Perang Dagang Global 2.0 : Menakar Risiko, Menjemput Peluang", Rabu (14/5/2025) di Kantor BI Malassar.
Aviliani memaparkan “Penguatan Strategi Ketahanan Ekspor Sulsel Merespons Dinamika Ekonomi Global”. Dalam konteks itu, dan perang tarif antara Amerika Serikat dan China, kata Aviliani pemerintah dan dunia usaha tidak boleh diam. Dibutuhkan inovasi dan adaptasi yang cepat. Aturan dan regulasi dari pemerintah harus cepat tetapi tepat sasaran dan tepat waktu.
Pembicara lainnya, Kepala BI Sulsel Rizki Ernita Wimanda dan Kepala OJK Sulawesi Swlatan dan Sulawesi Barat Mohammad Muchlasin.
Sekretaris Daerah Sulsel Jufri Rahman, dalam sambutan pembukaan acara mengatakan, banyak hal yang akan dilakukan Sulsel, tetapi masalahnya keuangan daerah yang tipis. Hal ini juga seiring dengan kebijakan pemerintah Pusat yang melakukan efisiensi anggaran.
Menurut Aviliani, ekspor Sulsel menduduki peringkat ketiga di wilayah Pulau Sulawesi. Hal ini cukup baik tetapi belum menggembirakan.
"Bahkan di tahun 2024, eskpor Sulsel mengalami penurunan yang cukup signifikan disaat wilayah Sulawesi Tengah mengalami peningkatan yang sangat signifikan,"
Berdasarkan proyek, realisasi investasi di Sulsel mengalami peningkatan namun secara nilai investasi mengalami penurunan. Rata-rata nilai investasi proyek di Sulsel hanya US$0,653 juta yang tertinggal dari Provinsi Sulawesi Tengah.
Aviliani memandang potensi ekspor dan investasi dari sisi produksi maupun pasar ekspor masih cukup besar. Banyak komoditas yang memerlukan investasi untuk dikembangkan, baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.
Pasar Afrika maupun pasar Timur Tengah belum digarap secara strategis. "Kalau kita lihat di Timur Tengah, makanan halal lebanyakan dari Thailand," katanya.
Pada titik inilah penguatan strategi ketahanan ekspor diperlukan. Orang ramai bicara hilirisasi, padahal hulusasi tidak kalah penting. Tetapi penggarapan dan pengembangan hulunya (produksi) harus memperhatikan pasarnya.
Hal lain, katanya, pengembangan investasi dan ekspor harus juga memperhatikan ekosistem komoditas. Jangan seperti semen, berpotensi diekspor tetapi terganjal masalah ekosistem.
"Umumnya pabrik semen masih menggunakan energi fosil yang semakin ditentang oleh pasar ekspor. Antisipasi isu risiko lingkungan dalam kebijakan harus diperhatikan," katanya.