Bantuan ke Gaza Masih Minim Meski Gencatan Senjata Berlaku

CELEBESMEDIA.ID, Makassar – Otoritas lokal di Gaza mengungkapkan bahwa jumlah bantuan kemanusiaan yang berhasil masuk ke wilayah tersebut masih jauh dari kebutuhan minimum harian, meskipun telah ada perjanjian gencatan senjata dengan Israel yang mulai berlaku sejak 10 Oktober.
Dalam pernyataan resminya pada Kamis (16/10), Kantor Media Pemerintah Gaza menyebutkan bahwa total 653 truk bantuan telah melintasi perbatasan sejak diberlakukannya kesepakatan tersebut. Hanya sekitar 480 truk yang diizinkan masuk pada Selasa (15/10) lalu.
Padahal, berdasarkan isi perjanjian yang diklaim sebagai hasil dari rencana Presiden AS saat itu, Donald Trump, jumlah bantuan yang seharusnya dikirim mencapai 600 truk per hari, termasuk truk yang membawa bahan bakar dan gas untuk memasak.
Namun, kondisi di lapangan menunjukkan realitas yang berbeda. Pada Minggu (12/10), Israel hanya mengizinkan 173 truk masuk ke Gaza. Dari jumlah itu, hanya tiga truk yang mengangkut gas untuk memasak dan enam truk membawa bahan bakar. Selama dua hari setelahnya, tidak ada satupun pengiriman bantuan yang diizinkan.
Direktur Kantor Media Gaza, Ismail al-Thawabta, menyebut kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan. Ia menegaskan, “Jumlah bantuan yang sampai ke Gaza masih sangat terbatas. Ini seperti setetes air di lautan kebutuhan.”
Pihaknya juga menegaskan bahwa kebutuhan minimum bantuan harian adalah 600 truk. Jumlah tersebut dibutuhkan untuk memastikan ketersediaan bahan bakar, gas memasak, bantuan medis, dan kebutuhan darurat lainnya bagi lebih dari dua juta penduduk yang terdampak.
Kantor media itu menambahkan bahwa pemerintah lokal terus menjalin koordinasi dengan lembaga-lembaga bantuan internasional untuk menjamin distribusi yang adil dan tepat sasaran. Tujuannya adalah agar seluruh warga sipil Palestina yang membutuhkan dapat menerima bantuan secara merata.
Sejak dimulainya serangan Israel pada Oktober 2023, lebih dari 68.000 warga Palestina telah tewas di Gaza. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Wilayah itu kini digambarkan sebagai “tidak lagi layak huni” akibat skala kerusakan dan keterbatasan akses bantuan.
Sumber: Anadolu - Antara