Perundingan Hamas-Israel: Sandera Dibebaskan, Jika Gaza Dilepas

Ilustrasi pertukaran tahanan Palestina dan Israel di Gaza - (foto by ANTARA/Anadolu)

CELEBESMEDIA.ID, Makassar — Perundingan damai antara Hamas dan Israel terus berlanjut. Di tengah negosiasi tidak langsung yang digelar di Sharm El Sheikh, Mesir, Hamas menegaskan tuntutan utama pembebasan sandera Israel hanya akan dilakukan jika Israel sepakat menarik semua pasukannya dari Jalur Gaza.

Seorang sumber senior Hamas mengungkapkan bahwa pihaknya mengaitkan langsung pembebasan sandera dengan jadwal yang jelas penarikan total pasukan Israel dari wilayah Gaza

“Pembebasan sandera terakhir harus dilakukan bersamaan dengan penarikan pasukan terakhir dari wilayah Palestina,” ujar sumber tersebut kepada Xinhua, dikutip dari Antara, Kamis (9/10).

Pernyataan ini datang dari delegasi Hamas yang dipimpin oleh Khalil al-Hayya. Dalam wawancara dengan saluran Al Qahera News, al-Hayya menyatakan bahwa Hamas datang ke Mesir dengan misi jelas menghentikan perang, menyelamatkan warga, dan menuntaskan konflik yang telah berlangsung dua tahun.

“Kami siap memikul segala tanggung jawab untuk menghentikan perang. Delegasi kami hadir untuk mencapai penghentian konflik yang cepat dan permanen serta pertukaran tahanan-sandera,” kata al-Hayya tegas.

Namun, ia juga menuduh Israel terus mengingkari komitmen damai. 

Israel terus melakukan pembunuhan dan penghancuran serta berulang kali mengingkari janjinya untuk menghentikan agresi,” lanjutnya. 

Ia menekankan pentingnya adanya jaminan internasional agar proses perdamaian ini benar-benar tuntas.

Negosiasi hari kedua diwarnai pembahasan intens seputar tiga isu krusial yakni pertukaran tahanan-sandera, masuknya bantuan kemanusiaan, dan siapa yang akan mengelola Gaza ke depan. 

Sumber diplomatik Mesir menyatakan bahwa diskusi berjalan alot, tetapi tetap terbuka untuk kesepakatan damai.

Diplomat dari Qatar dan Turkiye hadir dalam putaran perundingan berikutnya pada Rabu (8/10), termasuk Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dan Kepala Intelijen Nasional Turkiye Ibrahim Kalin. 

Kehadiran dua tokoh ini diharapkan bisa mendorong terobosan diplomatik yang selama ini masih macet.

Perundingan ini berlangsung di tengah peringatan kelam dua tahun agresi militer Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023. Dalam periode tersebut, lebih dari 67.000 warga Palestina tewas, ribuan bangunan hancur, dan penduduk Gaza menghadapi kelaparan akut serta krisis kemanusiaan berkepanjangan.

Kantor berita pemerintah, Antara melaporkan berbagai lembaga tahanan Palestina menekankan bahwa jumlah keseluruhan warga Palestina yang ditahan Israel sejak awal Oktober 2025 telah mencapai lebih dari 11.100 orang.

Sementara mengutip laman DW, dari 251 sandera Israel yang dibawa ke Gaza, 148 telah dikembalikan hidup-hidup, delapan diselamatkan oleh IDF dan 140 dibebaskan Hamas melalui pertukaran tahanan. Jenazah beberapa sandera yang tewas juga telah dikembalikan.

Menurut pemerintah Israel, 48 sandera masih ditahan, dan hanya 20 yang diyakini masih hidup.

Dengan tekanan internasional yang terus meningkat dan penderitaan warga sipil yang semakin parah, dunia kini menanti apakah perundingan ini akan benar-benar membuka jalan menuju perdamaian atau sekadar menjadi babak baru dalam krisis kemanusiaan di Gaza yang tak kunjung usai?