Tolak Akhiri Perang, Netanyahu Ingin Duduki Gaza Secara Penuh

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Otoritas Israel menolak segala bentuk kesepakatan untuk mengakhiri perang. Pemimpin Otoritas Israel Netanyahu menegaskan kembali niatnya untuk menguasai Jalur Gaza secara penuh.
“Setidaknya masih ada 20 sandera yang dipastikan hidup di Gaza, dan sekitar 38 lainnya diyakini telah tewas,” kata Netanyahu dalam konferensi pers di kantornya di Yerusalem Barat, Rabu (21/5)
Netanyahu menyatakan Israel hanya bersedia mempertimbangkan gencatan senjata sementara untuk memulangkan para sandera.
“Jika ada peluang untuk jeda sementara demi mengembalikan lebih banyak sandera -- saya tegaskan, jeda yang sifatnya sementara -- kami terbuka untuk itu,” ujarnya.
Diketahui lebih dari 10.100 warga Palestina masih ditahan di penjara-penjara Israel. Organisasi HAM Palestina menggambarkan kondisi para tahanan sangat miris, disiksa, kelaparan, dan pengabaian medis, demikian laporan media dan kelompok hak asasi manusia.
Sementara itu, gerakan perjuangan Palestina yang menguasai Gaza, Hamas, berulang kali menyatakan kesiapannya untuk membebaskan seluruh sandera Israel dalam satu pertukaran sebagai imbalan atas penghentian perang, penarikan pasukan Israel dari Gaza, serta pembebasan tahanan Palestina.
Namun, Netanyahu menolak syarat-syarat tersebut dan justru menuntut perlucutan senjata penuh kelompok perlawanan Palestina, serta menekankan perlunya pendudukan ulang secara total di Jalur Gaza.
Para pemimpin oposisi Israel dan keluarga para sandera menuduh Netanyahu memperpanjang perang demi menyenangkan kubu sayap kanan ekstrem dalam koalisi pemerintahannya dan demi melindungi kepentingan politik pribadinya.
Netanyahu juga mengeklaim bahwa pihaknya telah menyusun rencana baru bantuan kemanusiaan untuk Gaza yang disusun bersama Amerika Serikat.
Rencana itu mencakup tiga tahap: pertama, pengiriman segera bahan makanan dasar bagi anak-anak guna mencegah bencana kemanusiaan.
Kedua, pendirian titik distribusi makanan yang dikelola perusahaan Amerika dan diamankan oleh militer Israel
Ketiga, pembentukan zona evakuasi sipil yang telah ditentukan.
Netanyahu juga menyampaikan syarat-syaratnya untuk mengakhiri perang, yakni: pemulangan seluruh sandera Israel, penghapusan kepemimpinan Hamas dari Gaza, dan perlucutan senjata total terhadap kelompok tersebut.
Ia mengeklaim bahwa setelah tujuan-tujuan tersebut tercapai, Israel akan mulai menerapkan apa yang disebut sebagai Rencana Trump (Trump Plan) -- yang secara luas dipahami sebagai kerangka relokasi warga Palestina dari Gaza.
Menanggapi pernyataan tersebut, pemimpin oposisi Yair Lapid dalam sebuah video di platform X mengatakan, “Pernyataan Netanyahu malam ini berarti pendudukan Gaza selama bertahun-tahun ke depan.”
Namun, Lapid juga menyebut bahwa Netanyahu berbohong saat menyatakan bahwa semua kebijakannya telah sepenuhnya dikoordinasikan dengan pemerintah AS.
“Netanyahu telah kehilangan simpati dari (Presiden AS) Donald Trump,” tegas Lapid.
Forum keluarga sandera Israel juga melontarkan kritik tajam terhadap Netanyahu melalui X.
“Kita sedang menuju ‘kesempatan yang terlewatkan abad ini,’” tulis pernyataan mereka.
“Setelah lebih dari 19 bulan perang, tidak ada tanda-tanda akhir, tidak ada peluang pemulihan dan rehabilitasi di depan mata,” sebut pernyataan itu.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait serbuannya di wilayah tersebut.
Sumber: Anadolu - Antara