Kisah Pilu Pasien Gagal Ginja di Gaza: Perawatan Sulit, Nyawa Terancam

. Selasa, 29 April 2025 21:23
Seorang gadis Palestina yang dievakuasi dari Rumah Sakit Arab Al-Ahli sedang dirawat di rumah sakit lapangan Bulan Sabit Merah Kuwait - (foto by: Antara/ Xinhua)

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Selain krisis pangan, warga di jalur Gaza juga kesulitan mendapatkan perawatan medis.

Banyak alat medis sudah usang. Pasokan obat pun menipis. Belum lagi bangsal perawatan di rumah sakit yang nyaris penuh setiap hari.

Rumah sakit-rumah sakit kewalahan, para tenaga medis kelelahan, dan berbagai persediaan penting semakin sulit didapatkan.

Krisis ini semakin parah setelah bantuan kemanusiaan dan obat-obatan tidak diperbolehkan memasuki daerah kantong tersebut sejak 2 Maret lalu, ketika fase pertama gencatan senjata berakhir.

Issa Abu Laban salah seorang pasien gagal ginjal di Gaza. Di atas ranjang rumah sakit yang berkarat di Gaza City, Issa Abu Laban menjalani perawatan dialisis (cuci darah) yang durasi setiap sesinya dipersingkat, sedangkan mesin dialisis yang digunakan pun sudah usang dan pasokan obat-obatan kian menipis.

"Tubuh saya tidak dapat membersihkan racun dalam darah," kata pria berusia 53 tahun itu.

Abu Laban merupakan salah satu dari ratusan pasien gagal ginjal di Gaza yang kini sedang menghadapi komplikasi yang mengancam nyawa mereka.

Pasien gagal ginjal lainnya, Abu Mohammed Ajour mengaku kondisinya diperparah dengan krisis pangan dan air bersih di Gaza.

"Akibat blokade dan perang Israel, tidak ada makanan, air, atau bantuan kemanusiaan lainnya yang masuk ke Gaza," tutur Abu Mohammed Ajour, seorang pasien gagal ginjal berusia 62 tahun, kepada Xinhua.

Ajour kini harus tinggal di sebuah tempat penampungan sementara, dan sering kali tidak memiliki air minum yang bersih. "Air minum kemasan harganya sangat mahal. Saya tidak mampu membelinya," ungkap Ajour.

"Namun, tanpa air bersih, kondisi saya makin buruk. Bukan hanya perang yang membunuh kami, melainkan juga kehausan, kemiskinan, dan penelantaran," tuturnya.

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak menjadi salah satu korban paling rentan dalam krisis kesehatan ini. Yousef al-Rantisi yang berusia tujuh tahun, yang tampak pucat dan kelelahan, menggenggam sebuah boneka mainan saat menjalani perawatan dialisis.

Abdullah al-Qishawi, kepala Departemen Nefrologi di Rumah Sakit Al-Shifa, mengungkapkan bahwa sebelum pecahnya konflik, sekitar 1.100 pasien gagal ginjal menerima perawatan dialisis. Dari jumlah tersebut, sekitar 416 orang di antaranya telah meninggal sejak pecahnya perang, terutama akibat tidak adanya perawatan yang layak.

Sumber : Antara