Kepung Kota Mariupol, Rusia Beri Waktu Warga Sipil Melintas
CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Warga sipil diizinkan
meninggalkan kota Mariupol, Ukraina, selama lima jam pada Sabtu pukul 12 hingga
17 waktu Moskow (16-21 WIB), kantor berita Rusia RIA melaporkan.
Sebelumnya, Rusia mengatakan bahwa pasukannya yang telah
mengepung kota pelabuhan di tepi Laut Azov itu, akan menghentikan serangan dan
mengizinkan warga sipil untuk melintas.
Walikota Mariupol Vadym Boychenko pada Jumat (4/3/2022), meminta
bantuan militer karena kota itu kehabisan air minum, listrik dan bahan bakar
untuk pemanas, sementara persediaan makanan juga mulai menipis.
Dia juga meminta adanya "koridor kemanusiaan" agar
dapat mengevakuasi 400.000 penduduk setelah kota itu dibombardir oleh pasukan
Rusia selama lima hari.
"Kami benar-benar sedang dihancurkan," kata
Boychenko dalam siaran televisi, sebagaimana diberitakan ANTARA.
Dia menggambarkan serangan Rusia sebagai aksi tak pandang
bulu karena menyerang kawasan permukiman dan rumah sakit.
"Mereka ingin melenyapkan Mariupol dan penduduk
Mariupol dari muka bumi," katanya.
Rusia telah mengatakan bahwa aksi militernya tidak dirancang
untuk menduduki Ukraina tapi menghancurkan kemampuan militer negara tetangganya
itu dan menangkap orang-orang "nasionalis berbahaya". Moskow
membantah membidik warga sipil.
Tentara Ukraina sedang berusaha mempertahankan Mariupol tapi
membutuhkan dukungan yang cukup, kata wakil komandan unit militer Azov, bagian
dari Garda Nasional Ukraina.
"Ini adalah kota terakhir yang mencegah terbentuknya
koridor darat dari Rusia ke Krimea," kata dia di kanal resmi Azov di
Telegram, seraya mengenalkan dirinya dengan nama panggilan "Kalyna".
"Mariupol tidak boleh jatuh," katanya.
Sejumlah penduduk Mariupol telah menyelamatkan diri ke pusat
kota untuk menghindari serangan roket di kawasan pinggiran, kata Ivan
Yermolayev.
Pengusaha berusia 30 tahun yang berlindung di ruangan kecil
di bawah rumahnya itu ikut antre untuk mendapatkan air dari sebuah sumur.
"Mereka membawa anak-anak mereka ke pusat (kota) dan
mendengar perang semakin dekat," katanya kepada Reuters lewat pesan
daring.
"Ada tangisan, ketakutan, ketidakpastian,
kepanikan," kata Yermolayev.