Kelaparan Landa Gaza, UNICEF: Bukan Krisis Pangan Tapi Blokade

Warga di Gaza berebut makanan - (foto by Anadolu)

CELEBESMEDIA.ID, Makassar — Krisis kelaparan yang melanda Jalur Gaza bukan disebabkan oleh kelangkaan makanan, melainkan karena terhambatnya distribusi bantuan kemanusiaan. Hal tersebut ditegaskan Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell.

“Anak-anak telah berbulan-bulan hidup tanpa makanan yang cukup,” ungkap Russell. Kita menyaksikan situasi mengerikan di mana anak-anak berada di ambang kelaparan dan akhirnya meninggal karena kelaparan," ucapnya,  dikutip dari ANTARA, Senin (25/8).

Menurut Russell, makanan sebenarnya tersedia di sekitar wilayah Gaza. Namun, akses distribusi yang sangat terbatas membuat bantuan tak bisa menjangkau warga yang membutuhkan.

“Ini bukan karena badai atau kekeringan. Ini terjadi karena kami tidak bisa menyalurkan cukup bantuan kepada anak-anak itu,” ujarnya menambahkan.

Russell juga menanggapi pernyataan pemerintah Israel yang membantah adanya krisis kelaparan. Ia menegaskan bahwa data yang dikumpulkan PBB bukan sekadar opini, melainkan berdasarkan metodologi ilmiah yang diterapkan oleh tim ahli independen.

Klasifikasi Tahap Kerawanan Pangan Terpadu (IPC), yang mengonfirmasi bahwa Gaza utara telah memasuki fase kelaparan, menggunakan indikator ketat termasuk tingkat kekurangan pangan, gizi buruk, dan angka kematian.

“Kita tahu anak-anak meninggal, bukan? Saya lelah dengan perdebatan apakah informasi yang kami sampaikan benar atau tidak,” tegas Russell.

Ia juga menyerukan agar jurnalis internasional diberikan akses langsung ke wilayah Gaza untuk memverifikasi kondisi secara independen.

Russell menyampaikan keprihatinan atas sistem distribusi bantuan yang dikendalikan oleh Israel melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Ia menyebut sistem tersebut tidak mematuhi standar kemanusiaan internasional.

“Sebelumnya, PBB dapat mengelola hingga 400 titik distribusi bantuan. Saat ini, GHF hanya mengoperasikan empat lokasi,” jelasnya. “Izinkan kami bekerja. Biarkan kami masuk. Kami tahu bagaimana melakukan distribusi ini.”

Sejak Maret lalu, Israel menutup seluruh titik perlintasan menuju Gaza, menyebabkan jalur bantuan kemanusiaan terputus total. Kemudian, sejak akhir Mei, Israel mengambil alih distribusi bantuan secara sepihak lewat GHF dan mengesampingkan peran PBB serta lembaga kemanusiaan besar lainnya.

Data dari Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 2.000 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 15.000 lainnya luka-luka akibat menunggu bantuan yang tak kunjung datang. Pada Jumat lalu, IPC memperingatkan bahwa kelaparan yang telah melanda Gaza utara diperkirakan akan meluas ke wilayah selatan sebelum akhir September.

Sejak Oktober 2023, lebih dari 62.600 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan militer Israel. Infrastruktur di Gaza hancur lebur, dan wilayah tersebut dinilai tidak lagi layak huni.

Sumber: Anadolu-ANTARA