KOLOM ANDI SURUJI: Real Madrid, The Real Champion

Real Madrid juara Liga Champions 2021/22 - (foto by Uefa.com)

SABTU malam tadi, saya mencari kaos Liverpool, klub kesayangan saya. Terkenal dengan tagline penggemarnya YNWA-you'll never walk alone.

Saya ingin memakai jersey itu sambil menanti pertandingan Liverpool melawan Real Madrid di ajang Liga Champion Eropa. Pertandingan yang boleh dibilang setara dengan mutu partai final Piala Dunia.

Liverpool kalah tipis satu gol. Padahal gempurannya ke arah gawang Madrid cukup dahsyat. Real Madrid menang, dan juara. Mereka bikin sejarah di Stadion Stade de France di Saint-Denis, Paris.

Gol satu-satunya persembahan Vinicius Junior itu mengantar Madrid menjuarai Liga Champion, ajang tarung gengsi dan harga diri. Tentu juga nilai finansial klub-klub benua Eropa.

Bukan sekadar memuncaki prestasi dan gengsi liga itu. Madrid pun mencatatkan diri sebagai klub yang berhasil mengangkat tropi kehormatan itu untuk ke-14 kalinya. Real Madrid benar-benar juara sejati. The Real Champion dalam sejarah panjang sepak bola dan Liga Champion.

Penulis sejarah adalah Vinicius Junior yang berhasil mencetak gol tunggal kemenangan Madrid. Tak kalah penting peran penjaga gawang Thibaut Courtois yang tamping cemerlang.

Saya tidak ingin mengulas teknis pertandingan. Analisis sesuai pemahaman dan interpretasi kita bisa berbeda. Panjang perdebatannya.

Pikiran liar mengganggu dan mendorong saya menulis catatan ini. Bagaimana sebuah klub bisa mempertahankan tradisi panjang juara sejati seperti sejatinya sejarah yang ditorehkan Real Madrid.

Saya yakin, sistem manajemen yang diterapkan klub ini faktor kuncinya. Contoh kecil, bagaimana bisa Courtois yang dibuang Chelsea justru tampil menjadi pahlawan kemenangan Madrid. Performa kiper asal Belgia itu sangat gemilang menjaga gawangnya.

Sistem manajemen sebuah klub sepakbola dunia, tak ubahnya sistem produksi global sebuah produk yang menerapkan brand to brand compliment. Produsen mengakuisisi berbagai komponen yang dibutuhkan dari sejumlah produsen spare part. Dirakit, disatukan menjadi satu unit produk yang unggul bersaing di pasar.

Saya teringat dosen saya di Prasetia Mulya Business School. Ia mencontohkan pesawat terbang. Airbus dikenal sebagai produk Eropa sementara Boeing sebagai produk Amerika. Padahal isi dalamnya terdiri dari aneka macam komponen yang dihasilkan oleh berbagai produsen di sejumlah penjuru dunia.

Demikian juga di tahun 1990-an. Industri otomotif hiruk pikuk bicara sistem B to B Compliment. Sebuah mobil dirakit di Thailand. Padahal aki baterainya dibuat perusahaan teman saya di Cikarang. Bannya diproduksi di Taiwan, kabel-kabel elektriknya produksi Filipina, dan sebagian komponen lainnya produksi perusahaan Malaysia. Mereknya Honda, dikenal sebagai mobil Jepang.

Demikian juga sistem manajemen pembentukan sebuah tim sepak bola. Pemain dari berbagai sumber direkrut. Diteliti jejak rekamnya, kelebihan dan kekurangannya, sangat detail.

Seorang pemain memiliki catatan yang sangat detail, seperti ketinggian dan kejauhan jarak tendangan, kecepatan lari, daya jelajah selama durasi tanding, serta keterampilan menguasai bola dalam kondisi dikepung lawan. Banyak lagi faktor lainnya, seperti endurance.

Kemampuan, keterampilan, keunggulan, kelebihan, dan kekurangan secara individual itu diramu untuk menemukan satu formula tim yang terdiri sebelas orang saat bertanding. Jago menyerang lawan, kuat mempertahankan gawang, serta produktif menghasilkan gol.

Tetapi sistem manajemen klub dan tim sepak bola, saya yakin jauh lebih rumit ketimbang sistem produksi BBC produk televisi atau mobil tersebut. Pemain bola adalah manusia, bukan barang yang statis. Pemain bola punya kondisi yang dinamis. Fisik yang bisa berubah-ubah, faktor mood yang naik-turun, dan lingkungan (keluarga, teman, pacar).

Sebagai manusia, pemain bola erat terkait dengan unsur psikis, biologis, dan psikologis. Unsur-unsur ini bergerak dinamis bekerja secara kolaboratif dan sinergis menentukan performa seseorang dalam waktu yang sama.

Bagaimana rumitnya unsur-unsur itu bekerja untuk menentukan hasil hanya dalam 45 menit pertandingan.

Tidak mudah mengelola semua itu. Dibutuhkan sebuah sistem manajerial yang terdiri sub-sub sistem yang didukung knowledge, science. Ilmu olahraga, ilmu psikologi, ilmu anatomi, dan banyak lagi.

Tak kalah penting ialah dukungan teknologi yang menghasilkan informasi detail berbagai unsur tadi pada diri seorang pemain, yang akan diolah oleh tim pelatih dan manajemen klub dalam menentukan sebuah tim. Komplikasi sekian banyak pemain dengan segala keruwetan karakteristiknya masing-masing.

Yang pasti Real Madrid tentu tak membayar dukun penjaga gawang anti kebobolan. Tak perlu juga ilmu pawang dan kekuatan supranatural untuk menahan salju tidak turun di musim dingin.

Real Madrid, the real champion, super team yang terus berinovasi, meramu sistemya untuk tetap menjadi pemenang di pasar yang kian kompetitif. Demikian juga seharusnya sebuah organisasi bisnis dalam skala apa pun.