KOLOM ANDI SURUJI : Olahraga dan Realitas Baru

Karateka Sulsel kawinkan gelar Kelas Kata Beregu pada PON XX Papua, Selasa (12/10) - (foto by ponxx2021papua.com)

DALAM sebuah diskusi kecil warung kopi bersama teman-teman, seperti biasa, percakapan ngalor-ngidul. Tanpa moderator tentu saja. Siapa saja boleh menginterupsi yang lain. Atau menyuruh diam orang lain untuk didengarkan. 

Meskipun obrolan warkop, bukan berarti tanpa substansi. Bahkan sangat substansial karena diskusi menyangkut kepentingan masyarakat dan daerah Sulsel dalam konteks kompetisi ketat antar daerah. 

Sempat lari ke soal olahraga. Seru, karena dibahas semakin ramainya kegiatan olahraga. Pusat olahraga semakin banyak, seperti jalan raya tertentu pun jadi arena berolahraga saat jadwal car free day. Atau di taman-taman. Jenis olahraganya pun jadi semakin beragam. 

Itu berarti gairah masyarakat berolahraga untuk kebugaran jiwa dan raga, semakin tinggi. Kesadaran akan pentingnya memelihara kondisi fisik semakin baik. 

Olahraga telah menjadi lifestyle, gaya hidup. Itu baik. Memang, motto olahraga menyatakan dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Mensana in corpore sano. 

Apalagi setelah merebaknya pandemi Covid-19, olahraga semakin disadari betapa pentingnya untuk menjaga daya tahan tubuh. Praktis dan murah. 

Akan tetapi olahraga tak sekadar untuk kesehatan dan gaya-gayaan. Olahraga juga menyangkut prestasi. Bahkan menjadi ajang adu prestasi atlet dan nama daerah dalam fora nasional, bahkan global. 

Nah ketika membicarakan olahraga sebagai prestasi dan nama daerah, diskusi kian seru. Soalnya, prestasi atlet Sulsel di ajang kompetisi antar daerah kian melorot. 

Perhatikan saja perolehan medali Sulsel di ajang Pekan Olahraga Nasional. Terus melorot dari waktu ke waktu. Tentu ada yang kurang beres dalam pembinaan atlet kita. 

Berbicara soal pembinaan atlet, tentu paling utama yang harus diperiksa ialah pengurus cabang olahraga. Seperti apa manajemen pembinaan. 

Tidak kecil, bahkan sangat besar dan menentukan ialah induk semua cabang olahraga, yaitu Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Daerah. Organisasi inilah yang harus menjadi lokomotif gerbong cabang-cabang olahraga, penentu arah pembinaan atlet. 

Nah, diskusi beralih ke pengurus KONI Sulsel yang sebentar lagi akan berakhir masa jabatannya. Diskusi ini makin seru. Meskipun berbantahan sangat keras, semua peserta diskusi sore itu sepakat bahwa KONI Sulsel harus direvitalisasi. 

Dunia berubah dan terus bergerak. Realitas-realitas baru bakal semakin banyak dan sering muncul yang membuat kita bisa terkaget-kaget. Teknologi pun ikut mempercepat situasi dan kondisi, berubah dinamis.

Menghadapi tantangan pembinaan olahraga berikut atletnya ke depan, pengurus KONI daerah sudah sepatutnya dipimpin figur-figur muda enerjik. Cinta olahraga dan memang punya visi pembinaan yang futuristik. 

Pimpinan KONI haruslah dipilih dari kalangan profesional muda, yang memang memiliki kompetensi, pengalaman,  dan visi. Urusan individu dalam arti luas sudah selesai.

Memilih pemimpin KONI sudah harus didasarkan pada kriteria tersebut. Olahraga dengan segala tantangannya ke depan kian berat dan membutuhkan tenaga dan pikiran yang ekstra ordinari pula. 

Para stakeholder olahraga, khususnya dalam hal pembinaan atlet, sudah harus menyadari itu. Jabatan pimpinan  KONI, terutama figur ketua, tidak bisa lagi diserahkan kepada orang-orang yang mengurus dirinya sendiri saja memerlukan bantuan orang lain.

Ketua KONI haruslah sosok yang mau mengorbankan tenaga, pikiran, waktu dan kepentingan pribadi demi kemajuan olahraga daerah, prestasi atlet, dan nama daerah. 

Betapa sedih kita melihat prestasi daerah di bidang olahraga Sulsel. Terutama di ajang PON, yang semakin terpuruk. Belum lagi jika kita bicara soal kontribusi daerah dalam hal memasok atlet ke tim nasional semua cabang olahraga.

Pembinaan olahraga, pengembangan kapasitas dan prestasi atlet menghadapi tantangan yang semakin berat. Dinamika olahraga prestasi itu pun semakin tinggi, dengan munculnya realitas-realitas baru di tengah masyarakat lokal maupun global.

Itu semua membutuhkan respon yang cepat pula dengan program pembinaan yang adaptif dan antisipatif. Tentu hanya figur yang tepat memimpin KONI yang dapat menjawab tantangan dan realitas-realitas baru itu.