Home > PSM
Laga PSM vs PSS digelar tanpa penonton di Stadion Gelora BJ Habibie, Parepare, Sabtu (14/1) - (foto by Akbar)

PERNAH ada masa istilah sepakbola gajah sangat populer di Tanah Air. Itu karena hasil pertandingan dengan jumlah gol yang sangat besar.

Bahkan belakangan pertandingan sepakbola yang tidak fair, karena wasit tidak becus, atau permainan tim yang mendadak underperform, biasanya disebut juga sepakbola gajah. 

Penonton curiga skor akhir pertandingan sudah diatur sebelum laga digelar. Pemain di dalam lapangan dan pelatih di pinggir lapangan hanya memainkan lakon yang sudah ditentukan dalang pengaturan skor. 

Apakah sepakbola gajah cuma joke atau semacam ungkapan sinisme belaka? Tidak. Memang pernah ada sekawanan gajah di pusat pelatihan gajah yang diajar dan dilatih bermain bola. Sama dengan manusia yang bermain sepakbola. 

Gajah-gajah itu menggiring dan menendang bola. Bolanya pun sama. Bedanya, kita tidak tahu mana kawan dan lawan gajah itu. Sepakbola gajah tanpa keteraturan. Semraut.

Sepakbola gajah lama menjadi ungkapan sinis di kalangan pencinta dan pemerhati sepakbola. Banyak orang yang memahaminya sekadar sebagai ungkapan keburukan kondisi sepakbola nasional. Padahal ungkapan itu bahkan sangat jauh lebih buruk karena menyamakan antara manusia dan binatang. 

Barangkali, tidak berlebihan kalau kondisi persepakbolaan nasional saat ini kita sebut juga sepakbola gajah. Semrawut, tidak jelas arah dan tujuannya. Tetapi para pelaku persepakbolaan tetap semangat bermain dan memainkan lakon masing-masing. 

Di tengah suasana gegap gempita kita menyaksikan pertandingan demi pertandingan sepakbola Piala Dunia 2022 Qatar, terbesit harapan. Lebih tepatnya pertanyaan. Kapankah juga Timnas Indonesia bisa kita lihat tampil di ajang bergengsi itu? 

Pesimisme seketika menyergap pikiran. Ciut perasaan kita tatkala menyaksikan pertandingan tanpa penonton lanjutan kompetisi Liga 1 Indonesia. Kasta tertinggi kompetisi sepakbola nasional. 

Qua teknik bermain, betapa jauh ketertinggalan kita. Secara organisasi pertandingan (event) apalagi. 

Sepakbola bukanlah tontonan olahraga semata. Sepakbola modern telah menjadi industri, mesin penggerak ekonomi. Lokomotif yang menderek gerbong bisnis bergerak dengan aneka macam kemasan. Dari usaha besar hingga usaha mikro informal sekelas pedagang kaki lima. 

Pembinaan klub, manajerial yang baik, kompetisi yang teratur, regulasi yang akuntabel, induk organisasi yang kredibel, pengurus organisasi yang kompeten dan berintegritas merupakan komponen utama sebuah industri sepakbola. 

Sinergi antarkomponen itu yang diharapkan meramu sistem serta talenta-talenta pemain dalam menghasilkan produk berupa tim nasional yang tangguh dan membanggakan. 

Sayangnya kebanggaan itu belum juga bisa datang. Di hadapan Presiden yang kegirangan, Timnas Indonesia hanya mampu bermain imbang melawan Timnas Vietnam, negara kecil dalam jumlah penduduk dan bibit sepakbola. 

Di kandang lawan Timnas Indonesia dibantai. Kandaslah harapan meraih juara Asia. Apatah lagi mau bicara Piala Dunia. 

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang adalah contoh buruk pengelolaan sepakbola nasional. Sebanyak 135 jiwa fans sepakbola melayang. Kompetisi dihentikan sementara. Lalu dilanjutkan tanpa penonton. 

Bahkan belakangan kompetisi Liga 2 dan Liga 3 juga dihentikan. Bagaimana bisa ada promosi dan degradasi kalau kompetisi hanya satu. Bagaimana bisa pertandingan tanpa penonton.

Kompetisi dan penonton sebagai jiwa sepakbola nasional telah dicabut. Inilah sepakbola hampa, hambar. "Football without supporter is nothing (sepakbola tanpa penonton adalah hampa), kata Bernardo Tavares, pelatih PSM Makassar berkepala plontos itu.