KOLOM ANDI SURUJI : PSM dan Cinta yang Terluka....

SETIAP perjumpaan setelah sekian lama terpisah, sejatinya selalu bergembira dan menyenangkan. Namun perjumpaan PSM dan penontonnya, di Stadion BJ Habibie, ternyata berakhir tragis.
Sedih dan menyakitkan. Tak seperti kisah cinta Ainun dan Habibie. Saling suport, saling cinta dan sayang menyayangi.
PSM Makassar bertubi-tubi harus menelan pil pahit. Amat getir dan menjengkelkan. Dua hukuman denda berat ditimpakan padanya. Hanya dalam sepekan.
PSM terpaksa tutup buku musim kompetisi dengan tambahan beban finansial. Menguras kantong untuk membayar denda Rp 220 juta, hukuman dari Komite Disiplin PSSI.
Ditambah pula denda Rp 400 juta dari AFC. Bukan nilai kecil di tengah beban finansial klub yang masih berat. Semua itu gara-gara ulah brutal oknum penonton.
Disclaimer dulu ya. Tulisan ini bukan bermaksud menggeneralisir, apalagi mendiskreditkan suporter. Tetapi untuk mengkritik dan mengkritisi ulah oknum penonton.
Suporter adalah mereka yang mencintai PSM seutuhnya, mendukung sepenuhnya. Dalam kondisi apa pun. Tak peduli PSM menang atau kalah, terbang tinggi atau terpuruk.
Mereka tetap setia. Bernyanyi dan menari. Bergerak kompak dalam koreo magis. Menabuh genderang penyemangat kepada jiwa petarung.
Tak kenal capek dan lelah. Seperti juga pemain di lapangan. Mempertaruhkan siri na pacce. Membela nama baik dan reputasi klubnya.
Mereka datang ke stadion di mana pun tim kesayangannya bermain. Di kandang sendiri maupun di kandang lawan. Berkorban dengan biaya sendiri. Bukan mengorbankan klub dengan perilaku minus adab.
Sementara ada oknum penonton yang mengaku suporter. Klaimnya mungkin lebih fanatik dari suporter sejati. Datang ke stadion, bukan menikmati pertandingan, tetapi menikmati ulahnya sendiri.
Seolah ia bangga kalau melanggar aturan. Ia merasa hebat jika ulahnya merugikan pihak lain. Puas berperilaku buruk ditonton ribuan orang.
Peristiwa itu terjadi pada 23 Mei 2025 di Stadion BJ Habibie, Parepare, dalam laga pamungkas PSM musim kempetisi Liga1 2024/2025 melawan Persita Tangerang.
Menurut Komite Disiplin PSSI, klub PSM Makassar melanggar Kode Disiplin PSSI Tahun 2023. Alasannya, terjadi penyalaan flare dan petasan dalam jumlah banyak.
Ada pula slogan yang bersifat menghina di Tribun Selatan yang dilakukan oleh penonton PSM Makassar. Diperkuat dengan bukti-bukti yang cukup untuk menegaskan terjadinya pelanggaran disiplin.
Padahal, Media Officer PSM Sulaiman Karim, telah mengimbau kepada seluruh suporter dan penonton yang akan hadir di laga PSM Makassar tak membawa barang-barang yang dilarang masuk ke stadion. Di antaranya, flare, smoke bomb, petasan dan senjata tajam.
Ia menyampaikan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepolisian Resort (Polres) Parepare terkait keinginan suporter menyalakan flare setelah pertandingan berakhir. Aka tetapi, pihak kepolisian tak mengizinkan hal tersebut.
Begitu juga dalam pertandingan sebelumnya. Ketika PSM menjamu Cong Anh Ha Noi FC . Pertandingan ini mempertaruhkan reputasi bangsa, bukan sekadar nama baik daerah dan PSM.
Menurut AFC, PSM dihukum denda karena pelanggaran regulasi. Ada flare yang menyala. Ada pula penonton yang menyerobot masuk lapangan (pitch invation).
Begitu gigihnya manajemen PSM memacu penyelesaian Stadion BJ Habibie agar dapat digunakan menjamu Cong Anh Ha Noi FC. Hal-hal di luar tanggungjawabnya pun diurus. Meyakinkan AFC bahwa PSM bisa kalau dikasi kesempatan.
Ambisi itu, tak hanya untuk mempersembahkan pertandingan kelas regional ASEAN kepada suporternya. Juga demi nama baik daerah, dan sepakbola Sulsel. Ingat di sini ada klub tertua di Asia, PSM Makassar namanya, yang belum juga dibangunkan stadion.
Bahkan manajemen PSM sebelumnya, secara khusus mengundang perwakilan suporter bersilaturahmi di bulan puasa. Lahirlah konsensus dan komitmen untuk menjaga pertandingan, dan PSM. Tanpa kejadian yang dapat merugikan klub.
Nyatanya itu hanya tertulis di atas kertas tak berharga. Flare tetap menyala. Penonton menyerobot masuk lapangan (pitch invation). Nilai siri' na pacce, taro ada taro gau (satunya kata dan perbuatan) tak tampak di stadion.
Ketika PSM jauh musafir, suporter merindukannya pulang main di kandang. Katanya cinta PSM. Tapi ketika PSM kembali, kalian oknum berperilaku ibarat melemparinya telur busuk. Bahkan melukai dengan tindakan yang dzalim.
Pada titik ini sikap dan kerja aparat keamanan juga patut dipertanyakan. Mengapa oknum perusak itu bisa lolos membawa flare, bom asap?
Korek api saya berulang kali ditahan karena tidak boleh dibawa masuk, tidak boleh merokok. Asap rokok saja haram, bagaimana bisa bom asap bisa meledak di tribun penonton? Pakai apakah mereka membakar flare?
Saya yakin penonton sepakbola sudah sangat paham regulasi menonton di stadion. Silakan bernyanyi, menari sepuasnya. Tetapi tidak berulah melanggar aturan yang berdampak merugikan.
Aturan dibuat tidak untuk dilanggar. Aturan dibuat untuk ketertiban umum, kenyamanan bersama. Bukan hanya sesama penonton di stadion. Tetapi juga penyelenggara pertandingan dan pengelola klub.
Sampai di sini paham? Jika paham tetapi melanggar juga, berarti Anda sakit. Orang sakit lebih baik nonton di layar kaca. Di rumah saja, dan lakukan sesukamu. Tidak ada yang dirugikan.
Sebaiknya tidak usah datang ke stadion kalau hanya bikin onar. Stadion adalah milik publik dan ruang bersama. Ada hak-hak orang lain yang harus dijaga dan dihormati.
Anda berulah, anda brutal, PSM dan publik lain yang tertib justru dirugikan. Saya memakai kata brutal karena Anda bertindak menggangu kesehatan, dan membahayakan keselamatan jiwa orang lain. Stadion bukan arena melegalkan brutalisme.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "brutal" memiliki arti (cak) kejam, atau kurang ajar, tidak sopan, kasar, dan biadab (tentang perilaku).
Renungkanlah... Ulah oknum penonton yang merusak dan merugikan pihak lain itu apakah perilaku beradab atau biadab?