Harga Cabai Turun hingga 50 Persen, Pedagang Eceran Bersaing Ketat

CELEBESMEDIA.ID, Makassar – Tren penurunan harga sejumlah bahan pokok, khususnya komoditas hortikultura, terpantau terjadi di Pasar Terong, Makassar, Jumat (3/10/2025). Penurunan ini dipicu oleh musim panen raya yang dibarengi dengan kondisi cuaca terik, mendorong lonjakan pasokan di pasar tradisional.
Berdasarkan penelusuran CelebesMedia.id, harga cabai rawit menunjukkan penurunan paling tajam. Cabai asal Enrekang kini dilepas seharga Rp20.000/kg, sementara kualitas lebih rendah dari Jeneponto hanya Rp15.000/kg. Padahal sebulan sebelumnya, harga komoditas ini masih berada di kisaran Rp35.000/kg.
Penurunan juga terjadi pada komoditas cabai keriting yang kini dijual seharga Rp30.000/kg, turun dari harga sebelumnya Rp35.000/kg. Namun, tidak semua jenis cabai mengikuti tren ini. Cabai besar justru mengalami kenaikan harga, dari Rp30.000 menjadi Rp35.000/kg.
Tak hanya cabai, tomat yang menjadi salah satu penyumbang deflasi di Sulawesi Selatan juga turut turun harga. Kini, tomat dijual Rp10.000/kg, turun dari Rp15.000/kg pada bulan sebelumnya.
Sektor bawang juga terdampak. Bawang merah kini dipatok Rp35.000/kg, lebih murah dari sebelumnya Rp40.000/kg. Bawang putih ikut terkoreksi, turun tipis dari Rp32.000 menjadi Rp30.000/kg.
Tren penurunan ini tidak serta merta membawa dampak positif bagi pedagang. Persaingan harga di lapak eceran semakin ketat, memaksa sebagian pedagang untuk mencari cara mempertahankan margin keuntungan.
“Pembeli lebih banyak kalau harga lebih mahal, bagus pendapatan. Karena barangnya lebih dicari. Pada saat harga turun, rata-rata penjual saingan harga. Misalnya kita mengecer Rp20 ribu per kilogram, eh ada yang Rp15 ribu per kilogram,” ujar Syamsul, pedagang eceran yang sudah 27 tahun berdagang di Pasar Terong.
Namun tidak semua pedagang merasa terganggu dengan dinamika tersebut. Rani, seorang pengecer partai, justru merasa lebih fleksibel menghadapi fluktuasi harga.
“Kalau saya, saya bukan pengecer biasa, saya langsung ambil dari kampung, ambil partai per mobil, jadi saya dapat harga paling miring. Jadi sebenarnya enak dua-dua, naik turunnya harga tidak terlalu terasa,” ungkapnya.
Rani menjelaskan bahwa panen raya memang membuat pasokan berlimpah, namun dari sisi permintaan, tidak terjadi lonjakan yang signifikan.
“Kalau panen raya otomatis di setiap daerah panen, jadi barangnya melimpah seperti bawang, tumbuhan lainnya. Dampaknya ke pembeli sebenarnya stabil saja, tidak terlalu ramai meski harga jatuh,” tambahnya.
Fenomena penurunan harga saat panen raya bukan hal baru. Lonjakan pasokan memang menekan harga, namun di sisi lain memunculkan tantangan baru bagi pedagang dalam menjaga margin. Persaingan harga antar lapak menjadi nyata, terlebih bagi mereka yang mengambil barang dari distributor kecil.
Sementara itu, pedagang yang mengambil pasokan langsung dari petani memiliki ruang lebih luas memainkan harga pasar. Mereka bisa mendapatkan keuntungan lebih besar.
Laporan: Rifki