Selayar dan Lingkaran Wisata Bahari

Oleh: Andi Suruji
SELAYAR satu-satunya kabupaten pulau di Sulawesi Selatan. Karena keterpisahan dari Pulau Sulawesi itu, Selayar seolah terpencil, jauh dan sulit terjangkau.
Selayar tidak terpencil. Akses transportasinya yang terlambat dibangun. Bandara baru ada tahun 2000. Padahal sebagai pulau, bandara dan penerbangan reguler sangat dibutuhkan untuk mempersingkat waktu tempuh. Sejak dahulu.
Sebelum ada bandara, Selayar hanya dapat dijangkau dengan kapal fery sekitar 2,5 jam dari Bira, Bulukumba. Makassar-Bira pun memerlukan waktu empat sampai lima jam lewat darat.
Sebelum maupun sesudah ada fery, transportasi dari Selayar ke pulau lain nusantara dan sebaliknya dilayani dengan perahu layar dan perahu motor. Mengangkut barang, hasil bumi, juga penumpang.
Boleh jadi sarana dan prasarana transportasi udara terlambat dibangun lantaran jumlah penduduk Selayar yang relatif kecil. Meskipun memiliki wilayah seluas 1.357,03 km persegi, penduduk hanya 137.071 jiwa, dengan kepadatan 101 jiwa per kilometer persegi. Mobilitas manusia dari dan ke sana rendah. Skala keekonomiannya tidak masuk.
Masih mubazir. Mungkin begitu kalkulasi pemerintah kalau membangun sejak dulu. Karenanya diprioritaskan daerah yang potensial dengan skala keekonomian yang lebih besar. Padahal, menurut Adam Smith, tugas pemerintah membangun infrastruktur walaupun dalam jangka panjang tidak menguntungkan secara finansial.
Okelah. Lupakan kesalahan, kalau pun ada, di masa lalu. Tidak ada untungnya meratapi masa lalu. Lebih baik menyalakan lilin daripada meratapi kegelapan. Lebih baik berusaha daripada berpangku tangan ongkang kaki lalu mencerca dan kondisi.
Toh, malaikat pun mungkin tersenyum juga melihat betapa indahnya Selayar, ciptaan Tuhan Maha Pencipta alam semesta ini. Manusialah yang lalai melihat keagungan ciptaan Tuhan tersebut untuk kemashlahatan manusia. Betapa indahnya alam yang ada di Selayar.
Di Selayar yang dijuluki TanaDoang, kelapa tumbuh subur. Menjadi komoditas utama yang dihasilkan. Kelapa simbol kesempurnaan ciptaan Tuhan. Tidak ada bagian kelapa yang tidak berguna. Tetapi kita lalai mengelola dan mengolahnya lebih lanjut sebagai keunggulan komparatif yang bernilai ekonomis tinggi.
Selain kelapa, Selayar pun terkenal dengan jeruk manisnya. Menjadi buah bibir masyarakat. Kita juga lalai mengembangkannya dan memberinya sentuhan teknologi agar memasuki proses produksi lebih lanjut, bernilai tambah yang kompetitif. Derita jeruk Selayar juga dibantai kisruh tata niaga di era Soeharto yang membuat petani kian terpuruk dan meninggalkan kebun.
Selayar memiliki pula sepetak surga di laut. Sungguh indah taman laut Takabonerate. Disebut sebagai atol terbesar ketiga di dunia. Ribuan spesies biota laut dapat dinikmati di sana. Karang warna-warni melengkapi keindahan lukisan alam ciptaan Tuhan.
Bahkan Selayar juga memiliki potensi sumber daya alam untuk kilang minyak. Lengkap.
Tahun lalu, sayup-sayup terdengar upaya pemerintah untuk menjadikan Selayar sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, terutama untuk pariwisata. Beralasan karena Selayar boleh dikata berdekatan dengan kawasan wisata yang telah lebih dulu dikembangkan, Bali, Lombok, dan Labuan Bajo.
Dinas Pariwisata mencatat Selayar memiliki 177 destinasi wisata, meliputi destinasi pariwisata alam/bahari sebanyak 154 lokasi, destinasi pariwisata budaya 20 lokasi dan destinasi pariwisata hasil buatan manusia ada 3 lokasi. Hanya saja, belum semuanya terkelola secara profesional.
Dalam skala besar yang diperluas, kawasan Makassar, Selayar, Bali, Lombok, dan Labuan Bajo, mungkin juga Maluku dan Papua, diikat menjadi lingkaran surga wisata bahari yang andal. Tentu memerlukan kebijakan yang integratif dari Pemerintah Pusat untuk mendorong masuknya investasi baru bagi daerah yang memerlukan. Infrastruktur yang lengkap, akses yang mudah dan konektivitas yang andal kuncinya.
Pada saat yang sama, pemerintah masing-masing wilayah menyatukan visi pembangunan mengenai integrasi ekonomi kawasan. Menempatkan wilayahnya sebagai bagian dari NKRI, ketimbang menghabiskan anggaran secara parsial yang egosentris, namun tak ubahnya menabur garam di laut saja.
Pemerintah menggelar Selayar Investment Day kemarin di Makassar. Tidak ada kata terlambat dalam menguapayakan kemajuan yang progresif dari pencapaian hari ini, apalagi masa lalu. Semoga seminar itu menghasilkan keputusan konkret, diikat dengan komitmen bersama untuk mengimpelementasikannya. Bukan sekadar rekomendasi ilmiah yang akan bernasib serupa seminar-seminar sebelumnya, tertimbun di lemari birokrasi.