LBH Pers Resmi Laporkan Kekerasan Jurnalis ke Polda Sulsel

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Tim advokasi hukum kekerasan
jurnalis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar, resmi melayangkan
laporan ke Polda Sulsel, Kamis (26/9/2019).
"Intinya hari ini tahapan laporan kita lakukan, baik
pidana dan etik di Propam untuk perkembangan nya masih proses," Direktur
LBH Pers Makassar, Fajriani Langgeng.
Kadir Wokanubun, Tim Kuasa Hukum ini masih laporan aduan,
secara umum dua dibagi, pertama tindak pidana umum pasal yang disangkakan yakni
pasal 170 dan pasal 351.
"Yang kedua kita ke Propam karena yang terlibat ini
adalah aparat, olehnya itu Propam harus memeriksa anggotanya yang melakukan
tindakan pemukulan dan pengeroyokan," tegas Kadir.
Kadir menjelaskan, ketiga korban mengalami luka-luka lebam
dan bagi tim advokasi hukum, hal itu merupakan tindak pidana.
"Padahal teman-teman dalam menjalankan tugas liputan
selaku jurnalis dengan atribut lengkap," jelasnya.
Lebih lanjut, Kadir menjelaskan, yang pertama tadi itu di
Tipidum (Tindak pidana umum) Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTPLP) sudah
diterima.
"Kami menagih komitmen kepolisian perihal perlindungan
jurnalis ketika meliput di lapangan, karena inikan bukan insiden pertama. Nah
itu jadi bukti polisi tidak pernah memberikan rasa aman bagi jurnalis ketika
melaksanakan kerja-kerja Jurnalistik," paparnya.
Barang buktinya baju-baju korban yang berlumuran darah milik
Saiful dan Darwin, juga disiapkan video dan foto saat kekerasan itu terjadi.
Pihaknya juga akan memilih video dan foto, sebagai barang
bukti yang akan dilampirkan, dimana dalam video dan foto, pelaku memang
menggunakan atribut polisi. Padahal, saat menjalankan tugas, ketiga jurnalis
memperlihatkan atribut jurnalis dan juga mengaku sebagai jurnalis, tapi tetap
mendapat pukulan dari aparat.
"Kami minta Kapolda Sulsel untuk mengambil tindakan
tegas dari segi etik kepolisian juga tindak pidananya," tandas Kadir.
Sementara, Darwin
Wartawan Antara yang menjadi korban mengatakan tahap pertama ini adalah laporan
pidana.
"Rencana akan dilanjutkan ke tingkat propam terkait
dengan etik kepolisian yang melakukan penganiayaan dan pengroyokan terhadap
teman-teman jurnalis," ujar Darwin mewakili dua korban lainnya.
Sekadar diketahui, tiga jurnalis yang mendapat kekerasan
dari aparat kepolisian saat melakukan tugas liputan aksi penolakan pengesahan
UU KPK dan Revisi KUHP, RUU pertanahanan, di depan GedungDPRD Sulsel Jalan Urip
Sumoharjo Makassar, Selasa (24/9/2019), yakni Muhammad Darwi Fathir jurnalis
ANTARA, Saiful jurnalis inikata.com (Sultra) dan Isak Pasabuan jurnalis
Makassar Today.
Kondisi Darwin sendiri masih diperban kepala bagian
belakang, Saiful masih mengalami pembengkakakn pada pipi kiri dan bagian mata
bawah masih diperban, sementara Isak mengalami lebab di beberapa bagian
tubuhnya.
Ketua AJI Makassar, Nurdin Amir. yang turut mendampingi
pelaporan tersebut menilai, kekerasan pemukulan dan intimidasi yang dilakukan
aparat kepolisian terhadap wartawan melanggar Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999
Tentang Pers. Pasal 8 UU Pers menyatakan dalam menjalankan profesinya jurnalis
mendapat perlindungan hukum.
UU Pers juga mengatur sanksi bagi mereka yang
menghalang-halangi kerja wartawan. Pasal 18 UU Pers menyebutkan, ”Setiap orang
yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkaitan
menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak
Rp500 juta.”
AJI Makassar juga mendesak Kepolisian memproses tindakan
kekerasan tersebut. Sikap tegas dari penegak hukum diharapkan agar peristiwa
serupa tidak terulang. “Tiga korban dipukul aparat kepolisian Saat melakukan
tugasmu. Kita tunggu sikap tegas pihak kepolisian, proses hukum harus berjalan
dan tidak boleh pandang bulu,” tegas Nurdin. (*)