OPINI - Kapitalisme: Ladang Subur ‘Crazy’ Rich

Nurul Habiba Makkatenni - (ist)

Oleh: Nurul Habiba Makkatenni

HARI ini, siapa yang enggan kaya? Memiliki pekerjaan yang mumpuni hingga menghasilkan harta berlimpah adalah keinginan sebagian besar orang. Namun, di tengah pandemi yang berdampak pada kesulitan ekonomi pada beberapa orang atau perusahaan menjadikan investasi sebagai bagian dari tawaran yang menggiurkan sehingga mudah untuk mendapatkan penghasilan secara instan. Jenis-jenis investasi telah menjamur di kalangan masyarakat. Kemudahan dalam bertransaksi dilengkapi kecanggihan teknologi dan iming-iming dari berbagai influencer membuat menarik kalangan millennial pada khususnya untuk menggabungkan diri. Sayangnya, beberapa data menyebutkan bahwa kehadiran investasi yang telah menjamur banyak merupakan investasi bodong berujung penipuan. Tidak sedikit yang berhasil menjadi korbannya, bahkan di kalangan para crazy rich influencer yang disebut berhasil menunjukkan sisi kelam dari investasi bodong yang ditawarkan olehnya.

Kehadiran sebagian crazy rich influencer yang memboyong investasi membawa pengaruh yang begitu besar, tingkat kepercayaan tinggi masyarakat terhadapnya mengantar pada malapetaka atas kenyataan yang sangat miris. Sehingga, masyarakat dibuat kelabakan yang tidak hanya berdampak pada kerugian finansial, tetapi juga proses mental dan fisik. Fenomena tren menjadi kaya secara instan ini dengan berbagai dampak buruk yang didapatkan tentu membuat berbagai pihak perlu meningkatkan kesadaran secara serius.

Persoalan penting yang perlu disadari oleh semua pihak meliputi masyarakat, pebisnis, hingga negara adalah tentang orientasi kekayaan yang benar. Hari ini, masyarakat dibutakan dengan berbagai kenikmatan berupa harta adalah sumber utama kebahagiaan ditambah beratnya beban hidup yang tidak sebanding dengan kelayakan yang diterima sebagai warga negara dalam mendapatkan pekerjaan. Hal ini tidak lepas dari orientasi materialistik yang dibangun oleh sistem yang menaungi suatu negara dalam membangun negaranya. Kesejahteraan per orang tidak dihiraukan, siapapun yang mendapatkan kesejahteraan sekaligus kebahagiaan hanya apabila ia memiliki uang. Tuntutan ini membentuk orientasi keliru tentang kebahagiaan dan kekayaan yang benar. Memiliki orientasi kekayaan yang benar tidak dibangun melalui cara yang instan melainkan dengan kerja keras, memiliki skala prioritas, proses yang digunakan tidak mengandung unsur riba ataupun penipuan, dan hasil yang didapatkan digunakan untuk keperluan yang mendatangkan manfaat dunia dan akhirat. Sementara individu berusaha memenuhi kebutuhannya di saat yang sama negara hadir mengayomi masyarakatnya, menyediakan lapangan kerja, hingga memenuhi kebutuhan golongan yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri baik karena keterbatasan kesehatan, cacat fisik maupun mental.

Orientasi kekayaan yang keliru tidak mengikuti panduan Ilahi akan mengantarkan pada keinginan semu semata hingga berakhir pada ketidakbahagiaan. Apabila orang-orang menganggap bahwa kekayaan mampu digapai secara instan maka penghalalan berbagai cara tentu dilakukan, meski bertentangan dengan nilai agama atau moral di masyarakat. Bahkan mampu berdampak pada kesejahteraan keluarga serta orang lain. Mereka yang menjadikan kebahagiaan tidak lagi dengan orientasi materi, bahkan kekayaan secara instan adalah mereka yang mampu bersyukur atas segala ketetapan rezeki oleh pencipta, dan memahami konsep rezeki, takdir, hingga secara teknis mengenai tata cara kelola harta serta sistem perekonomian yang benar, yang berasal dari ideologi Islam.

Pengetahuan mengenai tata cara kelola harta dan penerapan sistem ekonomi yang benar tidak bisa dibangun apabila masih mengedepankan orientasi materialistik di bawah naungan penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Nilai-nilai yang terkandung mengenai urusan kesejahteraan pada masyarakat sangat bertentangan dengan ideologi islam yang melihat kesejahteraan per individu tidak dari jumlah pendapatan per kapita. Cara memperoleh harta pun berbeda. Jika dalam islam mempertimbangkan standar halal dan haram, kapitalisme berstandar modal kecil diikuti nafsu yang tidak terkontrol menjadikan berbagai jalan yang ditempuh untuk mendapatkan keuntungan, meskipun jalan tersebut mengorbankan banyak pihak bahkan jatuh pada kategori haram. Oleh karena itu penerapan sistem aturan yang tidak manusiawi ini perlu segera disingkirkan dan menjadikan penerapan ideologi islam sebagai satu-satunya solusi dalam mencegah berbagai kerusakan guna mencapai kesejahteraan perekonomian dan mental masyarakat di suatu negara.

Penerapan ini tidak bisa dilakukan apabila suatu negara tidak mengambilnya untuk dijadikan sebagai suatu kesatuan aturan hukum yang berlaku. Masyarakat muslim juga perlu untuk senantiasa mendakwahkan aturan ini kepada khalayak ramai agar segera dilakukan tindakan dalam penerapannya. Apabila ideologi islam telah menjadi satu hukum yang meliputi seluruh negeri maka tidak mudah didapatkan investasi bodong hadir di tengah masyarakat karena negara turut membantu dalam pensterilisasi perusahan yang bergerak dalam sistem ribawi, tanpa memedulikan betapa besar keuntungan yang didapatkan atau pemasukan pajak dari para investornya atas dasar ketakutan akan aturan Pencipta yakni Allah Subhanahuwataala. Selain itu, penyediaan lapangan kerja hingga transaksi ekonomi yang lebih sehat seperti jual beli dan tawaran investasi bebas riba serta jelas barang dan akadnya juga turut hadir difasilitasi oleh negara. Hal ini membuat masyarakat tidak lagi pusing bahkan untuk sekadar memikirkan keesokan harinya untuk makan apa karena negara akan hadir untuk memenuhi kebutuhannya jika mereka terkendala dalam masalah pemenuhan.

Pada dasarnya kesejahteraan dalam suatu masyarakat dapat tercapai apabila terpenuhi al hajat al asasiyah yaitu kebutuhan pokok meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan serta al hajat al kamaliyah yaitu kebutuhan pelengkap sesuai dengan ukuran kebutuhan di lingkungannya. Pemenuhan aspek ini dilakukan melalui rancangan islam dalam mengaturnya. Hal ini hanya bisa digapai apabila negara hadir menerapkan aturan Islam sebagai suatu ideologi. Apabila aturan Islam sama sekali tidak dilirik sebagai satu-satunya alternatif solusi maka kehidupan dunia di bawah cengkeraman kapitalisme yang membawa ketidakmakmuran akan terus berulang.

Nurul Habiba Makkatenni (Mahasiswi Fakultas Psikologi UNM)