Ekonom Ragukan Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III, Mungkin Loyo

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Perekonomian Indonesia pada kuartal ketiga 2019 diperkirakan loyo. Pertumbuhannya bahkan diperkirakan tidak bakal mencapai lima persen.
Data mengenai kinerja perekonomian Indonesia pada bulan Juli-Agustus-September, yang diukur dengan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) akan diumumkan Badan Pusat Statistik, Selasa 5 November 2019.
Angka 5,0 persen pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai angka keramat (magic). Ekonom menilai Indonesia berada pada "penjara" angka keramat itu karena sejak beberapa tahun terus berada di sekitaran level tersebut, dan berat menanjak jauh di atas 5,0 persen.
Katena itu, kalangan ekonom meragukan, bahkan menilai perekonomian mencapai pertumbuhan angka sebesar lima persen saja pada kuartal ketiga itu sudah cukup bagus.
Masalahnya, selepas lebaran, konsumsi domestik sebagai salah satu kontributor pemberukan PDB (perekonomian) terus melemah.
PDB atau Gross Domestic Product (GDP) ialah jumlah total keseluruhan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara pada periode tertentu (umumnya satu tahun) dan dipakai sebagai tolak ukur tingkat pertumbuhan perekonomian di negara tersebut.
Beberapa indikator ekonomi juga melemah, seperti belanja modal (investasi), ekspor-impor, pertumbuhan industri, dan sebagainya.
Menurut konsensus ekonom, setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, akan menciptakan lapangan kerja baru sekitar 400 ribu.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menduga ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 tidak mampu mencapai angka 5%, dilihat dari permintaan konsumsi pasca-Lebaran.
"Seiring menurunnya permintaan konsumsi pasca-Lebaran. Belanja pemerintah juga slow down, karena jaga defisit APBN di saat penerimaan pajak tidak capai target," kata Bhima, seperti dikutip CNBC Indonesia.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga 2019 hanya berkisar 4,9-5,01%. Sebab, konsumsi domestik tengah melambat.
Yusuf menilai konsumsi domestik lesu karena bantuan
sosial (bansos) sudah habis disalurkan pada semester pertama 2019. Selain
itu, penyaluran kredit tertahan karena penurunan suku bunga acuan Bank
Indonesia (BI) tidak langsung diikuti penurunan suku bunga kredit.