Ini 'Pelampung' dari BI untuk Ekonomi Sulsel

. Kamis, 15 Mei 2025 21:55

CELEBESMEDIA.ID, Makassar -  Di tengah perang dagang global, Bank Indonesia mengidentifikasi dua tantangan yang dihadapi perekonomian Sulawesi Selatan, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi.

Hal itu mengemuka dalam acara Sulsel Talk bertajuk Ekonomi Sulsel di Tengah Pusaran Perang Dagang Glibal 2.0 : Menakar Risiko, Menjemput Peluang. Kajian ekonomi berkala yang digelar BI itu, diadakan di Kantor BI Makassar, Rabu (14/5/2025).

Sulsel Talk yang dibuka Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel Jufri Rahman, menampilkan pembicara Kepala Perwakilan BI Sulsel Rizki Ernadi Wimanda, Kepala Otoritas Jasa Keuangan Sulselbar Mohammad Muchlasin, ekonom senior Indef Dr Aviliani.

Menurut kajian BI, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang diukur dengan PDRB tahun 2025 diperkirakan masih meningkat dengan rentang 4,8% - 5,6%. Inflasi diperkirakan terjaga dalam rentang sasaran inflasi 2,5 plus minus 1%. 

Meski demikian, tidak berarti pertumbuhan ekonomi tanpa tantangan. Salah satunya masalah ekspor ke AS dan China sebagai dampak perang dagang kedua negara tujuan ekspor tersebut.

Bank Indonesia menilai tantangan perekonomian Sulsel dipandang dari dua sisi, yakni pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Tantangan pertumbuhan ekonomi muncul pada empat permasalahan. Penurunan kinerja lapangan usaha konstruksi, hambatan kinerja ekspor, penurunan produktivitas pertanian dan perkebunan, serta masih rapuhnya industri pengolahan.

Untuk memacu pertumbuhan ekonomi dari sisi lapangan usaha konstruksi yang terus menurun dalam tiga tahun terakhir, BI merekomendasikan pemanfaatan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha untuk pembangunan infrastruktur. 

Selain itu, akselerasi pembuatan rencana detail tata ruang kabupaten/kota sebagai syarat dasar perizinan berusaha harus dilakukan.

Dari sisi ekspor, pemerintah dan dunia usaha perlu melakukan diversifikasi pasar ekspor rumput laut ke Australia. Selama ini dominan ke China. Mengembangkan spesifikasi produk yang sesuai pasar Australia serta memanfaatkan kerjasama IA-CEPA.

Tren penurunan produksi pertanian dan perkebunan harus direspon dengan  pengembangan dan penggunaan bibit unggul.  Akselerasi pembangunan jaringan irigasi teknis. Peremajaan tanaman kakao usia tua dan penanganan penyakit.

Dangkalnya struktur industri pengolahan, BI merekomendasikan penyusunan strategi dan peta jalan (roadmap) bersama pemerintah pusat untuk membangun ekosistem EV Baterai di Sulsel yang berbasis rantai nilai lokal (local value chain) nikel. 

Selain itu, mendorong hilirisasi mineral dan pangan, serta optimalisasi insentif fiskal dan regulasi impor.

Dalam masalah pengendalian inflasi, BI menilai tiga pokok masalah. Pertama, tingginya volatilitas harga komoditas pangan bergejolak (volatility Foof - VF) masih dipengaruhi oleh keterbatasan pasokan. Khususnya pada aneka cabai, serta tingginya kerentanan sentra budidaya ikan bandeng trrhadap bencana banjir tahunan.

Rekomendasi untuk penanganan masalah inflasi pangan, khususnya aneka cabai, melalui perluasan ateal tanam, dan komoditas bandeng melalui bantuan bufi daya intensif di wilayah pesisir Pangkep yang relatif lebih aman dari banjir.

Tantangan inflasi kedua yaitu produk yang dijual di Pasar Murah belum sepenuhnya menyasar komoditas utama penyumbang inflasi. Sementara  penyumbang inflasi pangan aneka cabai, bawang merah, ikan, dan minyak goreng masih tinggi.

BI merekomendasikan fokus gerakan pangan murah diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi tersebut. Jika perlu diberikan subsidi ongkos pada distributor yang menjual dengan harga di bawah harga pasar.

Pemanfaatan dana Belanja Tak Terduga (BTT) masih memerlukan optimalisasi agar lebih responsif dalam mendukung intervensi harga melalui operasi pasar murah.

Menurut pandangan BI, perlu penggunaan dana BTT untuk operasi pasar murah dalam rangka stabilisaai harga dalam jangka pendek.