Pemeriksaan Medis Korban Perkosaan Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan, Ini Alasannya

. Sabtu, 12 Januari 2019 14:20

CELEBESMEDIA.ID, Makassar – Seorang ibu di Makassar mengeluhkan beban biaya pemeriksaan kesehatan anak perempuannya yang merupakan korban pemerkosaan, sebut saja namanya Mawar (17). Mawar diperkosa pamannya sendiri hingga mengandung.

Ironisnya, Mawar adalah seorang difabel (tuna) rungu. Awalnya ia memeriksakan kesehatan pendengaran dan kandungan di Puskesmas Kassi-kassi kemudian dirujuk ke RS Mitra Husana Makassar berdasarkan rujukan layanan P2TP2A. Ternyata, biaya pemeriksaan tidak ditanggung BPJS Kesehatan meski sudah menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

"Anak saya sudah jadi korban perkosaan dan kami orang miskin, masih juga dibebani biaya pemeriksaan kesehatan," kata sang ibu yang enggan disebutkan namanya dalam rilis yang disebar PerDIK Sulsel, Sabtu (12/1/2019).

Dari informasi yang diterima PerDIK Sulsel, besaran biaya pemeriksaan yang diminta oleh pihak RS Mitra Husada yakni Obgin Rp 600.000 dan pemeriksaan pendengaran senilai Rp 275.000.

Siti Fauziah, mewakili manajemen RS Mitra Husada Makassar, menyampaikan bahwa pihak rumah sakit tetap akan mengenakan biaya pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasien rujukan yang merupakan korban perkosaan maupun korban tindak kriminal lainnya. Itu karena BPJS tidak menanggung klaim pembayaran pasien dengam kategori tersebut.

Siti Fauziah menjelaskan bahwa meskipun keluarga korban mengantongi kartu KIS/BPJS, namun jika merujuk ke Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tertanggal 18 September 2018 (tentang jaminan Kesehatan), maka pihaknya tetap akan membebankan biaya terhadap pasien.

Perpres ini menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan ketentuan perundang undangan merupakan jenis manfaat yang tidak dijamin oleh BPJS (pasal 52).

Hal ini juga disampaikan Humas BPJS Cabang Makassar, Wira Pratiwi. “Karena kalau kasus kejahatan memang ditanggung LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Seperti kalau kecelakaan lalu lintas, ditanggung Jasa Raharja, demikian juga jika kecelakaan kerja ditanggung BPJS Ketenagakerjaan,” ucapnya.

“Jadi ada beberapa kasus yang tidak ditanggung (BPJS Kesehatan) karena sudah ada koordinasi manfaat dan koordinasi pelayanan,” tambahnya.

Kuasa hukum dan pendamping korban dari PerDIK, Fauziah Erwin, menyesalkan aturan dan miskoordinasi yang sangat membebani dan menyulitkan keluarga dan korban asusila.

"Anak dan keluarganya seperti sudah jatuh, dihantam batu lagi. Seharusnya negara membantu dan menjamin semua kebutuhan korban perkosaan dalam proses hukumnya bukan malah menyulitkan dengan aturan dan birokrasi yang rumit, apalagi korban masih berumur anak dan merupakan keluarga miskin penerima PKH. Siapa sebenarnya yang menanggung  biaya pengobatan korban perkosaan?" katanya.

Lebih lanjut Fauziah menilai koordinasi antara lembaga masih buruk terkait penanganan korban perkosaan. Terbukti dari tidak tersosialisasinya Peraturan Presiden ini kepada Puskesmas sebagai ujung tombak layanan kesehatan serta instansi pemerintah terkait lainnya.(*)