Kisah Pilu Anak-anak Gaza Belajar di Tempat Pengungsian

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Hak atas pendidikan merupakan salah satu jenis hak asasi manusia. Jadi sudah seharusnya tiap anak usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
Lalu bagaimana dengan anak-anak di Gaza? Jangankan untuk belajar, makan pun terasa sulit di sana.
Menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas, lebih dari 25.000 orang kini telah terbunuh di Gaza selama akibat serangan Israel. Setengah dari korban tewas itu merupakan anak-anak.
Banyak bangunan yang rata dengan tanah termasuk sekolah. Mereka hanya bisa mendapatkan pendidikan di tempat pengungsian dengan fasilitas seadanya. Tak ada bangku dan meja. Mereka harus melantai. Buku dan alat tulis pun kurang. Minimnya fasilitas membuat mereka belajar dengan metode menghafal.
Tempat pengungsian di selatan Kota Rafah, termasuk yang sedikit beruntung. Sebab anak-anak di sana masih bisa menikmati pendidikan meskipun jauh dari bangku sekolah pada umumnya.
Seorang guru asal Palestina yang tinggal di Gaza, Intisar al-Arabid berinisiatif di sana. Alasannya karena anak-anak di pengungsian sudah banyak yang mengalami stres tidak bersekolah, katanya.
"Karena tidak bisa bersekolah, para murid mengalami stres karena harus melalui situasi mengerikan akibat operasi militer yang sedang berlangsung di Gaza," kata guru matematika berusia 45 tahun itu mengutip Antara, Selasa (23/1).
"Akibat kurangnya rasa aman, beberapa anak mulai berperilaku negatif seperti kekerasan, terutama mereka yang tinggal di kamp pengungsian," ujarnya.
Sekolah Dasar al-Quds di Rafah, yang telah dialihfungsikan menjadi sebuah tempat penampungan bagi para pengungsi menjadi tempat mengajar anak-anak si Gaza.
Kurikulum yang diajarkan al-Arabid di sekolahnya meliputi matematika, ilmu pengetahuan, dan bahasa Arab. Namun, dirinya merasa kesulitan untuk terus mengajar di tengah kurangnya pena, kertas, buku catatan, dan buku pelajaran.
Dia kemudian membuat keputusan untuk lebih berkonsentrasi dalam mengajarkan para murid untuk menghafal, dengan mengatakan bahwa hal itu akan membantu mereka menjadi lebih cerdas dan fokus
Mohammed Abu Reziq, seorang remaja pengungsi Gaza yang kehilangan sekolahnya akibat serangan Israel di Gaza City, adalah salah satu dari puluhan murid yang mengikuti kelas al-Arabid.
"Sekarang, saya sudah mengenal beberapa teman sekelas baru dan saya merasa telah kembali ke sekolah saya sebelumnya, yang memberikan harapan bahwa saya akan kembali menjalani kehidupan normal segera setelah tentara Israel mengakhiri perangnya melawan Gaza," kata remaja berusia 12 tahun tersebut.
Dalam sebuah laporan Euro-Mediterranean Human Rights Monitor merilis, Israel telah membunuh 94 profesor universitas, ratusan guru, dan ribuan siswa selama menyerang Gaza. Selain jurnalis, organisasi itu juga menyebut militer Israel menargetkan para akademisi dan intelektual.
Sumber : Xinhua/ Antara