Suasana pertandingan Indonesia vs Argentina di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senin (19/6/2023) malam - (foto by PSSI)
SENIN, 19 Juni 2023. Pukul 19.31 WIB, menurut jam tangan
saya. Pluit berbunyi nyaring dan panjang. Menggema di Stadion Utama Gelora Bung
Karno, Jakarta.
Sebuah catatan penting pun dituliskan dalam buku besar. Buku
sejarah bangsa ini, melalui sepakbola. Disaksikan langsung sekitar 65 ribu
pasang mata, Tim Nasional sepak bola Indonesia menjamu Tim Nasional Argentina.
Sang juara dunia.
FIFA friendly match namanya. Boleh jadi dikatakan friendly
match karena kedua tim yang bertanding memang hanya persahabatan. Keduanya
bukan bandingan yang memperebutkan sebuah trofi.
Argentina adalah juara dunia 2022 di Qatar. Argentina nomor
wahid peringkat FIFA. Sebelumnya, Argentina juara dunia pada tahun 1978 dan
1986.
Sementara Indonesia peringkat 149 dunia. Walaupun Timnas
Indonesia baru saja meraih gelar juara ASEAN Games di Kamboja. Perjuangan
panjang untuk mencapai predikat itu. Penantian kita selama 32 tahun.
Meskipun tanpa diperkuat Lionel Messi dan Di Maria,
penampilan mereka tetaplah menunjukkan sepakbola kelas dunia (world class
football). Ketinggian performa (teknik dan keterampilan) bermain mereka jauh di
atas.
Tidak bisa dibandingkan secara linier. Tetapi, semangat
perlawanan dan perjuangan timnas Indonesia mengimbangi permainan tim Argentina
tidaklah kalah. Itu juga diakui pelatih kepala Timnas Sin Tae Yong.
Andai saja bukan Martinez yang menjaga gawang, anak-anak
merah putih itu bisa jadi dapat pula menyarangkan bola ke gawang Argentina.
Beberapa kali mereka menciptakan peluang dan kemelut di
mulut gawang Argentina. Namun Martinez masih perkasa menjaga gawangnya.
Sebaliknya, penyerang Argentina menunjukkan kelasnya.
Mencetak dua gol ke gawang Indonesia secara spektakuler. Dua-duanya bola sulit
dihalau kiper Ernando Ari Sutaryadi.
Lepas dari itu semua, pertandingan bersejarah ini menyajikan
sebuah tontonan menarik. Bukan saja teknik dan keterampilan tinggi tim
Argentina. Tidak hanya itu.
Moral bertarung anak-anak Indonesia yang dipimpin kapten tim
Asnawi Mangkualam, putra Makassar, juga menunjukkan kelasnya. Sebuah pengalaman
bertanding yang amat mahal.
Bakal dikenang sepanjang hayat dikandung badan. Ini pertama
kali dialami, melawan tim juara dunia. Boleh jadi akan menjadi kenangan
sepanjang masa hingga kini, ketika tim Indonesia, Ramang dan kawan-kawan
menahan imbang Uni Sovyet 0-0 di Olimpiade Melbourne Australia tahun 1956.
Tak berlebihan jika kedatangan Timnas Palestina yang dijamu
di Stadion Bung Tomo Surabaya dan Argentina di SUGBK dikatakan memberikan
gairah baru bagi sepakbola nasional. Bagi semua, pemangku kepentingan
(stakeholder) sepakbola nasional.
Sebelumnya, sepakbola nasional seolah terpuruk. Merapat ke
titik nadir. Prestasi yang dinanti, malah kerusuhan yang sering terjadi.
Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Oktober 2022, pun
tercatat sebagai peristiwa penonton sepakbola paling memilukan. Bahkan terukir
sebagai top dunia dalam angka korban meninggal dan luka.
Luka dan duka sepakbola nasional sedikit terobati dengan
keberhasilan Timnas meraih medali emas SEA Games 2023. Ditambah dua FIFA Match
Day, atau FIFA Friendly Match.
Itu menyuntikkan motivasi kuat dalam ikhtiar membangun
sepakbola nasional. Menancapkan harapan untuk kian maju, berprestasi, dan
berstandar tata kelola internasional.
PSSI telah membuktikan kepada dunia internasional bahwa
Indonesia bisa juga menyelenggarakan pertandingan bertaraf dan berkualitas
tinggi. Catatan hitam tentang kerusuhan, sedikit mulai pupus.
Masyarakat Indonesia tumpah ruah mengenakan jersey Timnas
Indonesia. Tidak sedikit pula yang mengenakan jersey kebesaran Argentina.
Absennya Messi, Maria, tidaklah menyurutkan langkah menuju stadion.
Wajar kalau ada sebagian kecil orang yang kecewa mereka
tidak datang. Boleh jadi hanya inilah kesempatan satu-satunya menyaksikan langsung
peraih tujuh Ballon d'Or itu mengocek bola di lapangan.
Duduk berbaur di deretan kursi dengan kostum berbeda. Bahkan
ada yang sekeluarga datang dengan kostum berbeda, karena dukungan memang tidak
sama. Semua kompak menyanyi dan menari bersama. Stadion bergemuruh.
Betapa tertib mereka sejak di luar stadion sampai kembali.
Para pedagang kaki lima suvenir Timnas Argentina maupun Indonesia pun panen.
Demikian juga pedagang makanan dan minuman. Sampai tukang ojek dan parkir tak
resmi pun kecipratan rejeki sepakbola.
Betapa sepakbola selalu menggairahkan untuk ditonton.
Hiburan massal yang tiada duanya. Sepakbola menjadi industri hiburan, bukan
sekadar olahraga semata.
Menggerakkan ekonomi besar sampai kecil. Ia telah
bertransformasi menjadi lokomotif ekonomi yang menggerakkan begitu banyak
gerbong usaha dengan aneka skalanya.
Semoga seluruh stakeholder sepakbola nasional, dari pusat
hingga ke pelosok sudut-sudut nusantara, menangkap dan kompak mengakomodasi
gairah sepakbola yang meluap itu. Pemerintah sampai tingkat desa menyediakan
infrastruktur olahraga, khususnya sepakbola, yang memadai.
Semoga kualitas kompetisi resmi seluruh kasta sepakbola,
sebagai jalur pembinaan dan prestasi dalam semua skala (nasional dan
internasional) dapat semakin ditingkatkan dengan standar-standar mutu yang
terus membaik.