The Winner Takes It All, Berjuanglah Asnawi...

Kapten Timnas Indonesia, Asnawi Mangkualam - (foto by @pssi/instagram)

I don't wanna talk

About things we've gone through

Though it's hurting me

Now it's history

        I've played all my cards

        And that's what you've done too

        Nothing more to say

        No more ace to play

The winner takes it all

The loser's standing small

Beside the victory

That's her destiny

Begitu sepenggal lirik lagu lawas yang dinyanyikan kelompok ABBA. Entahlah, saya suka dengarkan lagu ini. Musiknya maupun liriknya. Menggetarkan... 

Ya, terlalu romantis mungkin. Tetapi seperti itulah juga dalam olahraga, khususnya sepakbola. Keras tapi ada cerita romantisme bagi pemenang. Atau kesedihan bagi yang kalah. 

Timnas Indonesia pada leg pertama Piala AFF yang lalu, kalah telak empat gol dari anak-anak Thailand. Berbagai analisa muncul. Tim Indonesia kalah kelas. Bahkan dianggap satu dua level di bawah Thailand. Andai saja Indonesia menang waktu itu tentu lain cerita. Puja-puji pasti berhamburan ke alamat pemain. 

Pastinya, pemenang mengambil semuanya, seperti lagu ABBA. The Winner Takes It All. The loser's standing small. Yang kalah berdiri kecil. 

Timnas Indonesia masih punya kesempatan sekali lagi untuk pembuktian. Mereka kembali berhadapan dengan Thailand pada laga final leg 2 Piala AFF 2020 di Stadion Nasional, Singapura, Sabtu (1/1/2022) malam ini.

Dalam laga final leg 2, Timnas Indonesia wajib menang atas Thailand dengan selisih 5 gol untuk menjadi juara Piala AFF 2020. Atau, skuat Garuda setidaknya unggul 4 gol untuk memaksakan pertandingan ke babak tambahan, hingga adu penalti.

Kalah itu berat. Menang pun perlu perjuangan keras. Kalah dengan perjuangan keras yang sungguh-sungguh adalah takdir. Sebelum menerima takdir berikhtiarlah dulu.

Walaupun Timnas Thailand dianggap lebih tinggi kelasnya, Anak-anak Indonesia tetaplah harus mengerahkan semua kemampuannya, memainkan semua keterampilannya.

Seperti kata mantan gelandang kuat PSM Makassar Nadjib Latandang yang mengutip mantan pelatihnya almarhum Ilyas Haddade. "Kalau kita melawan tim yang dianggap kuat, usahakan menang. Kalau tidak bisa menang usahakan draw. Kalaupun draw tidak bisa, jangan sampai kalah telak."

Baik juga didengar pesan bernuansa spiritual nan magis dari Bahar Muharram, mantan pemain dan kini asisten pelatih PSM Makassar kepada anaknya, Asnawi Mangkualam.

"Saya pesan (kepada Asnawi) passulu ngaseng mi. Paracca' mi pakkuleangnu, iyya mi anne wattuna. Minta tolong ko sama Allah. (kerahkan semua kemampuan mu, ledakkan semua kekuatanmu. Ini momentumnya. Jangan lupa minta pertolongan Allah," ujar Bahar.

Lupakan kekalahan berikut cerita kesedihannya. Masih ada waktu, setidaknya sembilan puluh menit. Kini saatnya bangkit dan bermain sebaik mungkin. Now it's history. Ya sejarah sebagai pemenang atau catatan pahit kekalahan. 

Bukan hanya anak-anak yang bermain melawan Thailand, bangsa Indonesia pun menginginkan, mengharapkan dan mendoakan kemenangan. The winner takes it all. Hanya para bandar petaruh yang tak menginginkan tim Indonesia menjadi pemenang. 

Jika telah menunjukkan performa permainan terbaik sebagai tim namun tetap kalah, ya itulah takdir yang harus diterima. Tidak perlu meminta maaf, karena maaf telah diucapkan sebelum dimohonkan.

Setidaknya, anak-anak Indonesia itu telah menghibur kita. Sebagaimana falsafahnya, olahraga bukan sekadar untuk kebugaran raga, tetapi juga bagi kesehatan jiwa. Hiburan sepakbola pun asupan gizi bagi jiwa yang sehat. Termasuk pada kita yang menontonnya.