Water Management, Solusi Hadapi Dampak El Nino Bagi Produktifitas Pertanian

Ekonom Universitas Hasanuddin Syarkawi Rauf (kedua dari kiri) - foto by Akbar

CELEBESMEDIA.ID, Gowa - Indonesia perlu mewaspadai ancaman dan gangguan pertumbuhan ekonomi. Berbagai potensi risiko muncul ditengah keterpurukan ekonomi global.

Ekonom Universitas Hasanuddin Syarkawi Rauf menyebut, tantangan nyata perekonimian saat ini bukan lagi inflasi, tapi perubahan iklim. Terutama daerah-daerah agraria yang sumber perekonomian utamanya dari sektor pertanian.

"Sumber perekonimian global itu tidak hanya bersumber dari inflasi. Tapi banyak hal, misal nilai tukar, yang berkaitan dengan perubahan iklim dan beberapa risiko lainnya," kata Komisaris Utama PTPN IX Jawa Tengah itu dalam CEO Business Forum 2023, Kamis (08/06/2023).

Menurut Syarkawi, perubahan iklim yang saat ini menjadi aspek pembicaraan mainstream di dunia termasuk dalam financial market.

"Kenapa, karena memang dampaknya sangat signifkan. Kalau tak segera ditangani, maka pengaruhnya pada ketahanan pangan. Kalau pangan bersoal, tentu imbasnya adalah perputaran ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," katanya.

Baru-baru ini, Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah merilis, sebagian besar wilayah di Indonesia akan terdampak El Nino. Sebuah enomena iklim yang berpengaruh pada penurunan hujan.

Jika merujuk pada kajian tahun-tahun terjadinya fenomena ini pada masa lalu, El Nino selalu memicu perubahan cuaca yang luas. Seperti kebakaran hutan dan lahan hingga kekeringan yang mematikan tanaman.

"Iklim sangat berpengaruh untuk produksi hasil pertanian. Ini akan memberikan tekanan di sektor pertanian. Terutama padi dan jagung. Kalau ini terganggu, tugasnya BI lagi ini," tambah Syarkawi.

Karena itu, Pemprov Sulawesi Selatan perlu segera melakukan pemetaan rencana penanganan air, water manajemen untuk mengairi lahan-lahan produktifitas.

"Jadi selama ini kan, penggerak utama sulsel itu sektor pertanian. PR yang paling utama adalah water manajemen itu, ketersediaan air," sarannya.

Ketersediaan air lanjut Mantan Komosioner KPPU itu merupakan kunci untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Sulsel sebagai daerah agraria.

Apalagi, hasil kajian terbaru menunjukkan bahwa pusat-pusat ekonomi di provinsi di seluruh Asia menghadapi risiko kerusakan tertinggi akibat cuaca ekstrem dan perubahan iklim.

Risiko kerusakan ekonomi akibat cuaca ekstrem dan perubahan iklim ini terangkum dalam laporan terbaru dari organisasi analis risiko iklim The Cross Dependency Initiative (XDI) yang diluncurkan pada Senin (20/2/2023). Laporan ini menghitung risiko iklim fisik terhadap lingkungan di lebih dari 2.600 wilayah di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Hasil laporan tersebut menunjukkan, beberapa provinsi di Indonesia masuk ke dalam peringkat 131 besar global wilayah dengan risiko kerusakan ekonomi tertinggi. Masing-masing Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta, Disusul Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Banten dan Aceh.

Laporan : Mardianto Lahamid