Fokus Amankan Aset, 4.000 Bidang Tanah Pemkot Makassar Belum Bersertifikat

CELEBESMEDIA.ID, Makassar — Pemerintah Kota Makassar terus memperkuat strategi penyelamatan aset daerah yang rawan sengketa atau klaim sepihak. Salah satu langkah konkret diwujudkan melalui sinergi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), yang akan menangani penataan, sertifikasi, hingga konflik agraria.
Langkah ini ditegaskan dalam rapat koordinasi antara Pemkot Makassar dan BPN di Balai Kota Makassar, Senin (13/10/2025), yang dipimpin Wali Kota Munafri Arifuddin dan dihadiri Staf Khusus Kementerian ATR/BPN Bidang Reforma Agraria, Rezka Oktoberia, serta Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar, Adri Virly Rachman.
Dalam pemaparannya, Adri menyampaikan keprihatinan atas lambannya proses sertifikasi aset milik daerah. Dari sekitar 4.000 bidang tanah yang belum tersertifikasi, hanya 14 bidang yang diajukan Pemkot tahun ini. Delapan di antaranya telah selesai, lima masih direvisi, dan satu menghadapi keberatan hukum.
“Kalau kecepatannya seperti ini, bisa butuh puluhan tahun untuk menyelesaikan semuanya,” tegas Adri.
Ia menyebut, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sebenarnya bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah daerah. Bahkan, prosesnya kini telah berbasis elektronik untuk mempermudah verifikasi data.
Kepala Dinas Pertanahan Kota Makassar, Sri Sulsilawati, mengungkapkan bahwa dari 6.978 bidang tanah yang tercatat sebagai aset Pemkot, baru 2.743 yang bersertifikat. Ironisnya, hanya 452 bidang yang benar-benar atas nama Pemerintah Kota. Sisanya masih tercatat atas nama pihak lain, termasuk perorangan dan instansi berbeda.
“Ini PR besar yang harus segera dituntaskan, apalagi masih ada lebih dari 4.200 bidang yang belum bersertifikat sama sekali,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut, Pemkot dan BPN sepakat membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang akan langsung diketuai Wali Kota Makassar. GTRA akan fokus pada tiga pilar utama: penataan aset, penataan akses, dan penyelesaian konflik agraria.
Adri menyebutkan, saat ini masih ada 111 sengketa pertanahan yang sedang diproses dan sekitar 140 perkara telah masuk pengadilan. Melalui GTRA, diharapkan penyelesaian bisa dilakukan lebih awal dan tidak semua harus berakhir di meja hijau.
“Kita ingin penyelamatan aset dilakukan dari hulu. GTRA akan mempercepat koordinasi lintas sektor termasuk pengadilan, kejaksaan, dan akademisi,” katanya.
Selain sertifikasi dan GTRA, Adri juga mendorong penerapan Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (SPLP) untuk transparansi dan akuntabilitas dalam transaksi pertanahan serta validasi pajak seperti BPHTB.
"Sistem ini akan menyinkronkan data antarinstansi dan mencegah manipulasi, sehingga penerimaan pajak bisa lebih optimal dan bersih,” jelasnya.
Pemkot juga didorong mempercepat penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang menjadi kunci penataan wilayah dan kebijakan pertanahan jangka panjang. Proses penyusunan RDTR sudah memasuki tahap kedua, namun masih perlu perbaikan berdasarkan arahan Kementerian ATR/BPN.
Rapat koordinasi ini menegaskan bahwa penyelamatan aset bukan hanya soal administrasi, tapi juga menyangkut kekuatan hukum dan keberlanjutan tata kelola daerah.
“Kalau dokumen aset lengkap, kita bisa kuat di pengadilan. Tapi kalau tidak rapi, kita rentan kalah meski lahannya milik pemerintah,” ungkap Adri.