KPPU Temukan Dugaan Beras SPHP Oplosan di Sinjai
KPPU temukan dugaan beras SPHP oplosan di Sinjai - (ist)
LCELEBESMEDIA.ID, Makassar – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil VI Makassar mengungkap dugaan peredaran beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) oplosan di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Temuan ini mencuat usai inspeksi lapangan yang dilakukan KPPU pada Juli 2025 lalu.
Plt. Kepala Kanwil VI KPPU Makassar, Hasiholan Pasaribu, menjelaskan bahwa pihaknya menemukan karung-karung beras bersubsidi SPHP beredar di pasar, namun isinya diduga bukan berasal dari Perum Bulog.
“Yang di pasar itu masih banyak bungkus-bungkus SPHP, ternyata bungkusnya doang. Isinya itu sudah dicampur tuh, tetapi beras yang kualitasnya rendah, banyak patahan-patahan. Itu yang menjadi temuan di Bulog Bulukumba, temuan itu ada di daerah Sinjai,” ungkap Hasiholan saat dikonfirmasi CelebesMedia.id, Selasa (5/8).
Beras SPHP merupakan program pemerintah yang disalurkan Bulog dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp12.500 per kilogram. Namun, menurut hasil inspeksi KPPU, isi karung yang ditemukan di Sinjai tidak sesuai standar Bulog, melainkan telah diganti dengan beras kualitas rendah.
Hasiholan menambahkan bahwa pihak Bulog Bulukumba telah menyalurkan beras sesuai ketentuan dan tidak mendistribusikan langsung beras SPHP ke wilayah Sinjai. Meski begitu, karung SPHP masih ditemukan beredar di pasar, diduga digunakan ulang oleh oknum tertentu untuk menjual beras oplosan.
KPPU telah menurunkan tim ke sejumlah titik untuk memantau jalur niaga beras, mulai dari pembelian gabah hingga distribusi ke pasar. Dalam waktu dekat, pengawasan akan difokuskan di tiga kabupaten, yaitu Gowa, Takalar, dan Maros.
“Kalau dari KPPU sendiri, kita ini selalu monitoring. Minggu ini kita akan melakukan monitoring ke penggilingan-penggilingan di tiga kabupaten: Gowa, Takalar, dan Maros. Kita mau melihat bagaimana mekanisme niaga perberasan,” jelas Hasiholan
Ia juga menyoroti persoalan harga produksi beras yang lebih tinggi dibanding HET. Di Takalar, pengusaha penggilingan mengaku tak sanggup menjual di harga HET karena biaya produksi beras medium mencapai lebih dari Rp13.000 per kilogram. Akibatnya, harga di pasar bisa tembus hingga Rp14.000 per kilogram.
Per 29 Juli 2025, stok beras Bulog Bulukumba mencapai 50.000 ton, terdiri dari beras SPHP dan beras impor dari Thailand, Vietnam, dan Myanmar. Namun, stok tersebut tidak bisa langsung digelontorkan ke pasar tanpa permintaan resmi dari pemerintah daerah.
“Bulog di dalam bekerja tidak independen. Dia tidak serta-merta langsung bisa menggelontorkan berasnya ketika menemukan ada beras yang naik, mereka bisa menggelontorkan berasnya atas permintaan dari Dinas Ketahanan Pangan,” terang Hasiholan.
Situasi ini menimbulkan keterlambatan distribusi beras murah ke masyarakat, terutama saat harga pasar mulai melonjak.
Laporan: Rifki
