Makassar Luncurkan Dua Lokasi Urban Farming Terpadu

CELEBESMEDIA.ID, Makassar – Pemerintah Kota Makassar terus memperkuat langkah strategis menuju kemandirian pangan dan ekonomi kerakyatan melalui program Urban Farming yang semakin terintegrasi dan modern. 

Dua kawasan percontohan yang menjadi pusat inovasi pertanian kota telah ditetapkan, masing-masing di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate dan Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya.

Program ini merupakan inisiatif Dinas Perikanan dan Pertanian (DP2) Makassar dan dikembangkan dalam bentuk kawasan terpadu bernama Grand House Urban Farming, yang dirancang sebagai pusat edukasi, produksi, dan riset berbasis teknologi pertanian modern.

Setiap lokasi Grand House Urban Farming dibekali dengan berbagai fasilitas pendukung, mulai dari showroom urban farm, rumah dinas, laboratorium pertanian, gudang penyimpanan, hingga unit packing house. Tak hanya fokus pada tanaman, kawasan ini juga mencakup sektor peternakan dan perikanan, dengan hadirnya kandang sapi, ayam, kambing, serta kolam bioflok dan aquaponik.

Urban Farming ini bukan sekadar bercocok tanam. Ini adalah ekosistem pangan modern yang strategis, edukatif, dan berkelanjutan,” tegas Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, saat memimpin Rapat Koordinasi Urban Farming di Balai Kota Makassar, Rabu (22/10).

Kawasan juga dilengkapi dengan unit energi surya, komposter organik, hingga area hijau produktif yang menghadirkan nuansa alami, seperti pohon pisang yang dianggap mampu menciptakan suasana yang dekat dengan masyarakat.

Wali Kota Makassar, yang akrab disapa Appi, memberikan penekanan khusus pada aspek edukasi dan inklusivitas. Menurutnya, Grand House Urban Farming harus menjadi ruang belajar terbuka untuk semua kalangan, termasuk penyandang disIni bukan tempat bermain-main hewan. Ini display edukasi urban farming. mPengunjung harus masuk dan melihat proses dari hulu ke hilir, seperti museum pertanian. Lalu keluar membawa inspirasi atau produk lokal,” katanya.

Appi juga menambahkan bahwa material kandang dan fasilitas lain sebaiknya menggunakan bahan alami seperti kayu untuk menghadirkan kesan natural. Selain itu, jalan kawasan diminta menggunakan beton berpori untuk mendukung daya serap air yang baik, sebagai bagian dari upaya pelestarian lingkungan.

Aulia Arsyad, Kepala DP2 Makassar, mengungkapkan bahwa proyek ini tidak hanya menjadi pusat produksi, tetapi juga sarana wisata edukasi pertanian. “Lahan memang tidak luas, tapi representatif. Ini aset resmi pemkot, lengkap dengan rumah jamur dan rumah maggot,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa sedikitnya lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dilibatkan, termasuk Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, dan instansi terkait lainnya. Nantinya akan diterbitkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota untuk memperkuat koordinasi lintas sektor.

Yang menarik, pengelolaan kawasan tidak diserahkan ke masyarakat umum, melainkan ke tenaga profesional lulusan pertanian, peternakan, dan perikanan. Fokus utama kawasan adalah riset benih, edukasi, dan ketahanan pangan, bukan komersialisasi.

Pembangunan kawasan Urban Farming ini akan mulai dilaksanakan tahun 2026 dengan estimasi anggaran sekitar Rp4 miliar per lokasi. Dana tersebut mencakup pengadaan fasilitas modern, dukungan teknologi, serta penguatan fungsi edukasi.

Panen dari kawasan ini rencananya akan disalurkan ke SPPG (Sentra Pengolahan dan Pendistribusian Gizi), dan cold storage yang dibangun akan dimanfaatkan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) untuk menyimpan hasil produksi sebelum dipasarkan.

Ke depannya, produk KWT juga akan diintegrasikan ke jaringan Mal Pelayanan Publik Digital (MPPD) sebagai bagian dari strategi distribusi hasil pertanian lokal secara digital dan terkoordinasi.

“Kalau di Biringkanaya tanam wortel, nanti kami sesuaikan ke SPPD mana yang butuh. Jadi sinergi antar-SKPD akan terbangun,” tutup Aulia.