Diduga Lakukan Maladministrasi, Pukat UPA Laporkan Pj Walikota Makassar ke Ombudsman

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat)
Universitas Patria Artha (UPA) melaporkan kebijakan pembatalan 39 SK Walikota oleh
Penjabat Walikota Makassar Iqbal Suhaeb pada 26 Juli 2019 lalu. Dari hasil
kajian yang dilakukan, Pukat menemukan adanya maladministrasi yang berujung
pada kerugian negara, baik materil maupun imateril.
Peneliti senior Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Patria
Artha, Bastian Lubis didampingi wakilnya, Andikha Yuli Rimbawan mendatangi
kantor Ombudsman RI Perwakilan Sulsel di bilangan Plaza Alauddin, Rabu siang
(28/8/2019).
Kedatangan tim Pukat Universitas Patria Artha untuk
melaporkan hasil temuannya terkait adanya dugaan maladministrasi dalam
pembatalan 39 SK Walikota, yang terdiri atas 1.073 pejabat pada 26 Juli lalu oleh
Pj Walikota Makassar, Iqbal Suhaeb.
Pada pertemuan itu, Bastian meminta agar Ombudsman mengkaji
lebih dalam proses pembatalan itu, mulai dari tahap rekomendasi Kemendagri yang
kemudian diserahkan ke Gubernur hingga ke tahap eksekusi oleh Pj Walikota
Makassar.
Bastian menegaskan, jika merujuk pada undang-undang nomor 30
tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan Pasal 67 menyebutkan, bahwa
seluruh produk yang dikeluarkan oleh pejabat yang dibatalkan SK-nya, maka tidak
berlaku lagi sehingga memicu adanya kerugian negara baik materil maupun
imateril.
“Kalau materilnya dibidang UU keuangan negara potensi
merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,39 triliun. Karena yang dibatalkan
banyak pengguna anggaran, kuasa penggunaan anggaran, maupun bendahara karena
itu nempel di jabatan. Kalau misalnya dibatalkan, produk-produk itu sendiri sesuai dengan UU
Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan Pasal 67, itu sudah tidak
berlaku lagi,” tegas Bastian Lubis.
Bastian menyarankan, seharusnya Pj Walikota tidak membatalkan SK pengangkatan tersebut melainkan melakukan mutasi biasa saja dengan mengangkat kembali pejabat yang lama.
“Masalahnya ada suatu maladministrasi yang sebenarnya sudah
dilanggar oleh Kemendagri, lalu ke Gubernur dan ke Pj Walikota. Jadi Dirjennya harus
bertanggung jawab. Tapi kalau melihat sumbernya ini, itu gubernur yang reaktif
meminta peninjauan ulang,” pungkasnya.