KPPU Ungkap Penyebab Harga Beras di Sulsel Mahal

CELEBESMEDIA.ID, Makassar - Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) Kanwil VI Makassar mengungkap dua penyebab utama mengapa harga beras di
pasaran terus melonjak dan menjadi penyumbang inflasi.
Salah satunya adalah keterbatasan fungsi Bulog dalam
menggelontorkan beras SPHP secara mandiri tanpa melalui birokrasi panjang.
Plt Kepala Kanwil VI KPPU Makassar, Hasiholan Pasaribu,
mengatakan pihaknya baru-baru ini melakukan inspeksi langsung ke Bulog dan
sejumlah penggilingan di Sulawesi Selatan. Dari lapangan, ditemukan dua masalah
besar yang berkontribusi terhadap tingginya harga beras.
“Yang menjadi masalah, Bulog di dalam bekerja tidak
independen. Dia tidak serta-merta langsung bisa menggelontorkan berasnya ketika
menemukan ada beras yang naik. Mereka bisa menggelontorkan berasnya atas
permintaan dari Dinas Ketahanan Pangan,” ujar Hasiholan kepada CELEBESMEDIA.ID,
Selasa (5/8).
Ia menambahkan bahwa distribusi beras dari Bulog hanya bisa
dilakukan jika telah disetujui dalam skema Gerakan Pangan Murah (GPM). Hal ini
membuat respon intervensi harga dari Bulog menjadi tidak cepat.
“Nah, Dinas Ketahanan Pangan ini akan meminta berdasarkan
kebutuhan di tiap-tiap daerah yang itu dilakukan melalui Gerakan Pangan Murah
(GPM). Nah itu yang sebenarnya membuat kenapa harga beras naik dan itu sebagai
penyumbang inflasi,” tegasnya.
Selain itu, dari sisi penggilingan, KPPU menemukan adanya
gap antara Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah dan biaya
produksi nyata yang dialami pelaku usaha penggilingan padi.
“Penggilingan ini mengatakan bahwa ongkos produksi mereka
tidak menutupi dari beban pembelian gabah di petani. Jadi dengan adanya HET
untuk beras medium yang Rp12,5 ribu, penggilingan-penggilingan ini tidak
menutup untuk cost produksinya,” ungkap Hasiholan.
Menurutnya, biaya produksi aktual dari penggilingan bisa
mencapai Rp13 ribuan per kilogram. Sementara itu, HET yang ditetapkan
pemerintah tidak mencukupi sehingga para pelaku usaha terpaksa menjual lebih
tinggi di pasaran, bahkan hingga Rp14 ribu per kilogram di tangan konsumen.
Sebagaimana dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS), beras
kembali menjadi komoditas utama penyumbang inflasi nasional. Dalam rilis data
Agustus 2025, harga beras tercatat meningkat 0,63% secara bulanan dan 11,25% secara
tahunan.
KPPU menegaskan akan terus melakukan pemantauan terhadap proses niaga perberasan, khususnya pada aspek pembelian gabah, penggilingan, hingga distribusi ke pasar di wilayah Gowa, Takalar, dan Maros.
Laporan: Rifki