Dinkes Investigasi Temuan Ulat di MBG, SPPG Wajib Kantongi 2 Sertifikat

Dinas Kesehatan Kota Makassar - (foto by Rifki)

CELEBESMEDIA.ID, Makassar — Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar buka suara terkait temuan ulat  di menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disajikan untuk siswa di SD Maricayya II.

Pejabat Fungsional Sanitarian Ahli Madya Dinas Kesehatan Makassar, Sulha Kuba menyatakan Dinkes akan mengusut temuan tersebut dengan menggelar investigasi menyeluruh terhadap proses pengolahan makanan di dapur penyedia MBG.

“Nah itu yang harus kita tindak lanjuti, kita akan turun untuk investigasi apakah penemuan ulat ini karena kecerobohan,” ujar Sulha Kuba, Pejabat Fungsional Sanitarian Ahli Madya Dinas Kesehatan Makassar, Selasa (8/10).

Temuan ulat tersebut dilaporkan terjadi dalam satu nampan makanan untuk siswa kelas V, dengan menu hari itu terdiri dari ikan filet dan sayur brokoli. Meski hanya satu piring yang terkontaminasi, Dinkes Makassar menilai kejadian ini sebagai alarm penting untuk meninjau ulang kualitas sanitasi dan higienitas dapur MBG di seluruh sekolah.

Sulha menekankan pasca kejadian tersebut Dinkes semakin memperketat pengawasan kehigenisan MBG. Setiap penjamah makanan yang terlibat dalam program MBG wajib memiliki pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip kebersihan, pengolahan makanan yang benar serta cara penyajian yang aman.

Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus mengantongi sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) dan Sertifikat Penjamah Makanan.

“Makanya selalu saya katakan, setiap menjamah makanan itu harus dibekali dengan ilmu. Bagaimana cara mencuci makanan yang benar, sayur yang benar. Mungkin dari segi pengolahannya tidak benar atau cara penyajiannya tidak bersih,” lanjutnya.

SLHS adalah sertifikat resmi yang diberikan kepada dapur atau tempat pengolahan makanan setelah melalui serangkaian uji kelayakan. Prosesnya melibatkan pengambilan sampel makanan, inspeksi dapur, serta uji laboratorium terhadap kualitas hasil produksi. Tujuannya adalah memastikan makanan yang disajikan layak konsumsi, bebas kontaminan, dan sesuai standar kesehatan.

“Dalam penertiban SLHS memang harus diambil sampelnya dulu untuk diuji di laboratorium, apakah produksi makanan memenuhi syarat atau tidak,” jelas Sulha.

Sedangkan sertifikat penjamah makanan diberikan kepada individu yang terlibat langsung dalam pengolahan dan penyajian makanan. Mereka wajib mengikuti pelatihan khusus tentang hygiene, sanitasi, dan penanganan bahan makanan, dari mulai mencuci hingga menyajikan makanan di piring siswa. Sertifikat ini memastikan bahwa penjamah makanan memahami dan mempraktikkan standar kebersihan yang benar.

“Yang menangani langsung makanan harus memiliki pengetahuan bagaimana mengelola makanan yang sesuai dengan syarat. Itu yang menjadi perhatian kami,” tegas Sulha.

Berdasarkan data yang dihimpun, ada 45 lokasi SPPG yang aktif dengan total penerima manfaat sebanyak 138.636 orang. Dari jumlah itu, 136.645 merupakan peserta didik, sementara sisanya 1.991 adalah penerima kategori 3B (non-peserta didik).

Pasca kejadian viral tersebut, Dinkes Makassar mengintensifkan koordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) Wilayah Makassar, Dinas Pendidikan, hingga Tim Penggerak PKK. Tujuannya memastikan seluruh dapur SPPG yang belum memiliki SLHS dan sertifikat penjamah makanan segera difasilitasi untuk mendapatkannya.

“Setelah rapat dengan Pak Wali termasuk Zoom dengan kementerian, kita berkoordinasi dengan Korwil BGN. Jadi semua SPPG yang belum mempunyai sertifikat penjamah makanan dan SLHS itu dikoordinir,” tutur Sulha.

Pelatihan hygiene dan sanitasi pun kini tengah berlangsung untuk sejumlah penjamah makanan yang belum bersertifikat. Langkah ini dianggap krusial sebagai bentuk pencegahan dan peningkatan kualitas pelayanan makanan di sekolah.

Meski hanya satu kasus terlapor, Dinas Kesehatan menganggap temuan ulat di makanan MBG bukan sekadar insiden kecil, melainkan sinyal kuat bahwa pengawasan harus diperketat.

“Mungkin dari kasus ini bisa menjadi bahan evaluasi agar semua penjamah lebih disiplin menerapkan prinsip higienitas dan sanitasi,” pungkas Sulha.

Langkah konkret Dinas Kesehatan melalui investigasi dan sertifikasi diharapkan bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap program MBG yang selama ini bertujuan mulia: memastikan setiap anak sekolah mendapatkan asupan gizi seimbang.

Laporan: Rifki